Satu di antara enam bersaudara, lelaki itu sungguh pemalas jempolan. Ibarat dalam sekarung buah, ia buah yang hampir busuk--buah yang berpotensi merusak buah-buah lainnya--buah yang sebaik-baiknya memang telah menghuni tong sampah. Namun ia tak pernah menyadarinya. Bahkan ketika usaha keluarganya hampir gulung tikar, tak ada itikad baiknya untuk serius bekerja. Ia hanya mencela, ketika akhir bulan uang yang didapatnya berkurang. Kalau bukan saudara, bukan kakak tertua, bukan pernah menabung jasa, telah dipecatnya ia jauh-jauh hari. Ia hanya sesekali datang ke kantor; mengajak ngrumpi, mengenang kenang masa lalu, mengganggu kosentrasi dan ketika semua orang acuh tak acuh. Ia mulai menghasut. Membuat makin kusut kinerja adiknya yang hampir putus asa menyelamatkan perusahaan. Lelaki itu memang bajingan. Tak hanya mulutnya yang berbisa. Ia punya hobi yang jauh dari terpuji; berbisik-bisik di belakang, menghujat, mencaci maki atas keadilan dalam versinya yang tidak didapatnya.
Memahat sejarah, mengarsip kisah-kisah.