Edisi Lelaki Sebau Buah Busuk

by - July 24, 2012

Satu di antara enam bersaudara, lelaki itu sungguh pemalas jempolan. Ibarat dalam sekarung buah, ia buah yang hampir busuk--buah yang berpotensi merusak buah-buah lainnya--buah yang sebaik-baiknya memang telah menghuni tong sampah. Namun ia tak pernah menyadarinya. Bahkan ketika usaha keluarganya hampir gulung tikar, tak ada itikad baiknya untuk serius bekerja. Ia hanya mencela, ketika akhir bulan uang yang didapatnya berkurang. 


Kalau bukan saudara, bukan kakak tertua, bukan pernah menabung jasa, telah dipecatnya ia jauh-jauh hari. Ia hanya sesekali datang ke kantor; mengajak ngrumpi, mengenang kenang masa lalu, mengganggu kosentrasi dan ketika semua orang acuh tak acuh. Ia mulai menghasut. Membuat makin kusut kinerja adiknya yang hampir putus asa menyelamatkan perusahaan. Lelaki itu memang bajingan. Tak hanya mulutnya yang berbisa. Ia punya hobi yang jauh dari terpuji; berbisik-bisik di belakang, menghujat, mencaci maki atas keadilan dalam versinya yang tidak didapatnya. 

Sampai suatu ketika, perusahaan memang harus diselamatkan. Pekerja mesti bekerja keras dan serius. Lalu mereka berenam akhirnya mufakat merapat. Pada malam itu, malam yang menentukan segalanya. Malam yang menuntut semuanya berkomitmen dan serius. Kelima saudaranya telah berkumpul. Hanya ia seorang yang tak datang. Lelaki bajingan yang punya segudang alasan itu tidak datang. 

Kelima saudaranya hanya diam, mereka semua telah lelah mengingatkan. Semua diam. Mereka tidak memecat juga tidak mengatakan rencana-rencana mereka ke depan. Mereka diam. Hanya menunggu lelaki itu yang bicara dan bertanya. Bagi mereka, jika lelaki itu memang masih berniat bekerja, tentulah ia akan bertanya. Mencari tahu hasil kesepakatan bersama. Tapi lelaki itu pun diam. Semakin tidak jelas statusnya di perusahaan. Tidak bekerja, tidak melakukan apapun yang lebih penting bagi perusahaan. 

Kemudian, karena merasa tertinggal dan diacuh tak acuhkan, lelaki itu pun murka. Ia memutuskan untuk keluar, tanpa konfirmasi atas kesalahannya. Lalu begitulah lelaki bajingan itu. Keadilan dalam versinya membuat pembenarannya bagai monster. Sudah dikatakan sebelumnya. Ia punya hobi yang jauh dari terpuji; berbisik-bisik di belakang, menghujat, mencaci maki bahkan berkehendak menghancurkan perusahaan keluarganya demi kebenaran dalam versinya. 

Diam-diam lelaki itu pun mulai berhimpun. Mencari kawan untuk melawan kelima adiknya. Ia memang lelaki bajingan. Dalam otak kawannya itu, menghancurkan hasil jerih payah yang bukan miliknya tentulah sangat menyenangkan. Entah karena kecemburuan, entah karena terhasut. Yang jelas media gosip menggosip, menghujat dan mencaci maki tersebut semakin menjadi rutinitas yang dilakukannya saban hari.

Kasihan sebenarnya. Yang busuk, tentulah akan membusuk di keranjang buah-buah busuk.

Tulisan Terkait

0 komentar

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....