Edisi mengarsip kekecewaan
"Mereka hanya takut dilupakan. Meski kita sama tahu, merekalah yang lebih dulu lupa zaman. Menolak kedatangan, sebab mereka takut kehilangan" Ini kalimat pemantik yang membakar hati seseorang.
Lalu aku bilang sama temanku. Kalimatku itu membakar hati seseorang dan membuatnya marah di jejaring sosial. Kuceritakan bahwa apa yang kulakukan dikatakannya tak berarti, sebab menggembor-gemborkan perubahan tapi masih nebeng eksistensi masa lalu. Temanku itu cuma tertawa. Lalu dengan kesadaran yang tidak bisa kupredisksi, ia menenangkanku dengan begini.
"Perubahan tuh nggak ada yang orijinal. Pasti ada awal yang diamati, lalu ditiru dan diinovasi. Sarkem awal pasti nggak sekonyong-konyong lahir, pasti ada komunitas lain yang mengilhami asal muasalnya" Itu kata temenku. Dia teman yang cerdas. Meskipun aku tahu ia suka berpikir hal-hal paling absurd yang tidak dapat kunilai baik secara normatif.
Kemudian aku jadi tersenyum. Kenapa aku harus dipusingkan dengan mulut seseorang yang bisanya cuma menjatuhkan dan tak mendidik. Rupanya aku sudah buang-buang waktu. Seperti ketika dulu, orang yang sama itu mencaci makiku secara implisit. Ia mengatakan bahwa aku telah membawa komunitas keluar jalur dari kebiasaan yang sudah ada. Aku pernah cukup tersinggung, karena kupikir perubahan yang terjadi di komunitas ini adalah bentuk kreatifitas yang masih mau meghidup-hidupi komunitas. Kenapa ia tidak bisa terima kami membuat inovasi saat itu. Namun, sekarang ia bilang kami tidak punya inovasi karena masih nebeng eksistensi komunitas masa lalu. Maunya gimana to?
Dengan bingung aku kembali mencatat paragraf pendek.
"Berlayarlah sampai jauh. Seluruh pulau kau datangi. Itu katamu sangat berkesan. Membuatmu dicatat oleh dunia. Membuatmu dikenal dan berharap dikenang. Namun, sejauh-jauhnya perahu membawamu. Pencapaian yang paling berkesan dalam hidupmu, ialah ketika mampu bertahan di gelombang ganas ketika teman sendiri diam-diam menikam dan meninggalkan." dengan penjelasan yang harusnya ia tahu. Pencapaian yang paling berkesan setelah kejayaan pentas dan persaudaraan ialah komunitas ini masih hidup. Masih bertahan setelah diusir dari kampus. Menghidupi komunitas dengan uang pribadi. Mencari solusi buat mempertahankannya sampai sekarang. Tengoklah usia komunitas di Jogja, hai temanku. Harusnya ia tahu, seberapa lama usia mereka bisa bertahan menjadi independen. Ini sekadar catatan untuk mengarsip yang kurasakan. Jika sempat dibaca, lupakan saja kalau menyakiti hati.
0 komentar
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....