*Pasrah

by - March 16, 2013

Jika tulisan-tulisan pada buku harian, pada handphone pada segala yang bisa kaubaca. Membikin kautahu kedalaman-kedalam pada mimpiku. Pun tetap tak membikin kaupaham dari sekadar tahu. Maka aku tak ingin menulis lagi. 



Aku menulis lantaran tak punya banyak cara untuk bicara. Membicarai kita. Supaya aku tak menyesal pada hal-hal yang tak patut disesali. Begini ini, setan akan menghuni hati yang berapi-api, maka aku ingin padam. Melenyap dari suara-suara di kepala. 

Jyan. Apa guna membaca jika tak punya tindakan. Apa pula untungnya menulis jika tak bersuara. Lalu aku ingin hilang dan kau tak bakal tahu apa telah bersembunyi di dadaku. Mungkin itu lebih baik dari sekadar berteriak tapi diacuh tak acuhkan. Meski tak patut kukatakan sia-sia. 

Tuhan telah berbaik padaku yang lalim. Sebab barangkali Ia tahu, selalu ada niatku untuk kembali taat. Manusia dilahirkan sendiri. Pun kelak jika mati. Lalu apa hak seorang diri, mengharap-harap diri punya imam. Mengharap diimami pada lelaki yang tak mau jadi imam. Kebajikan dan dosa seseorang tak bisa dibayar berjamaah. Tidak perlu sedemikian jika berdiri sendiri pun masih mampu. Tidak akan. 





Tulisan Terkait

0 komentar

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....