Merdeka seperti apa, katamu?
Meskipun katanya negeri ini telah merdeka dari penjajah, tapi kupikir lagi, apanya yang merdeka? Tanah di sini masih dikuasai.
Ada sebuah rumah kontrakan dengan halaman luas, yang kupikir itu juga rumahku sendiri. Rumahku sendiri (catat).
Aku hidup di antara bunga-bunga, di perumahan yang sepi saban siangnya. Tentulah bunga-bunga sangat bahagia karena mendapat cukup air, cahaya dan ditempatkandi pot-pot bagus. Sudah kupastikan, pastilah mereka mati jika tak ada lelaki yang saban pagi itu merawat mereka.
Namun, kehidupanku--ingat--tak butuh siapapun membantunya. Ya, hanya kepada Tuhan aku meminta hidup. Maka hujan turun, dan girangnya aku bukan main. Aku memang tak butuh siapapun untuk hidup, tapi kenapa mereka mengusikku?
Percobaan pembunuhan itu setiap minggu dilakukan. Rasa-rasanya, mereka benci sekali melihatku hidup.
Ya, tentu saja ini ada hubungannya dengan tanah yang belum merdeka. Persetan Indonesia merdeka, sedang di tanah seluas enam kali tiga meter ini aku tertindas. Itu semua karena manusia-manusia itu menghidup-hidupi rumput jepang.
Aku jadi begitu sakit hati, sebab yang mencoba membunuhku tidaklah lain sama lokalnya denganku. Sama-sama mengaku bernapas Indonesia. Mereka orang Indonesia dan aku pun rumput Indonesia, "Tidak bisakah kita hidup bersama?" rintihku setiap kali tangan kasarnya mencabuti kami.
"Dulu kami hidup bebas, meski kaummu membenci Jepang. Dulu kaumku tak pernah membenci Jepang, karena kita pikir tak ada urusannya dengan itu. Tapi sekarang kaulah yang membuatku membenci rumput jepang. Itu semua karena kau yang kupikir saudara seIndonesia"
0 komentar
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....