Tuhanlah Pemilik Segala-gala Keputusan
Pada akhirnya, kita mesti kembali mengakui bahwa segala-gala rencana hanyalah tinggal rencana jika Tuhan tidak menghendaki.
Setahun sudah, dada sesak dihimpit pertanyaan-pertanyaan soal anak. “Kamu kapan mau hamilnya, Tik?” tanya seorang teman. Aku tinggal membisu sebagaimana Tuhan mendiamkan segala pertanyaanku. Bukankah manusia begini kecilnya dibanding Tuhan. Telah bertubi-tubi pesan kukirimi, dan Ia tak jua bicara. Lalu ke mana musti kudapati jawaban untukmu, sedang pertanyaan yang sama mengental dalam darah.
Ada yang hamil tanpa perkawinan, padahal konon Tuhan mengutuk para penzina. Lalu dengan lelaki yang halal bagiku, kemana Ia? “Tuhan, kemana Kau saat suaraku mulai serak. Aku dibiarkan berseru-seru dalam protes.”"Itu pendapat yang keliru, Dik. Tuhan menguji ketidaksiapan mereka dengan menitipkannya anak sebelum kawin. Sedang kepada kita, mungkin Ia perlu menguji seberapa kita sabar menunggu, meski kau bilang telah begini siap" suamiku menasihati.Aku orangnya memang sensitif dan mudah sekali dikuasai perasaan sendiri. Seorang teman tiba-tiba SMS, menanyakan apakah aku sudah hamil? Kujawab belum. Setelah itu, ia memberi banyak sekali saran untuk bagaimana supaya aku cepat hamil."Buat apa punya uang segunung, kalau tak punya anak" katanya sinis. Ia pikir, aku tak berusaha? Ia pikir, aku tak menghendaki punya anak?"Tak usah kemakan kata orang. Kita baru setahun, Dik. Tidakkah kau belajar sabar dari orang-orang yang telah menanti hamil selama bertahun-tahun sampai sekarang?" kata suamiku lagi. Aku terhentak (meski hanya) sesaat.Perasaan yang kumiliki saat ini, tentulah (kupikir) wajar. Semua butuh proses, ketika aku harus menutup telinga atau menyaring segala komentar yang bikin dadaku sesak.
Mungkin Tuhan telah memilihkan waktu yang tepat untukku entah kapan. Seperti kemarin, saat aku terlambat datang bulan, kehati-hatianku jadi meningkat drastis. Ini buruk sekali, karena suami tidak sejalan dengan apa yang kurasakan. Aku jadi stres, karena banyak emosi. Satu bulan terlambat, akhirnya si merah pun datang.Sehari datang bulan, keluarga di kampung mengabari kalau Bapak masuk rumah sakit. Karena aku sedang datang bulan, tanpa pikir panjang, kami pulang dengan motor. Melewati jalan yang begitu buruknya. Seandainya aku sedang hamil, mungkin aku tidak akan berani pulang karena khawatir dengan janin yang masih muda. Tidak bisa menjenguk Bapak. Tidak bisa berkumpul dengan keluarga. Ya Tuhan, thanks, skenario-Mu melegakanku.
Pernah kuposting di Tumblr-ku tanggal 11 Desember 2013
0 komentar
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....