Gempa Jogja : Ketakutan yang Bersembunyi di Kepala Kami.

by - March 17, 2014

Suatu pagi, suamiku meloncat dari ranjang, dan menarik tanganku dg tergesa.
Rumah kami diguncang gempa. Gemuruh yang memenuhi kuping secepat kilat menjelma gambar tembok tembok runtuh yang sebentar lagi mungkin akan menimbun kami. Bahkan langkah kami pun sempoyongan karena getaran bumi begitu hebatnya. Ya Allah. Ya Allah. 
Gempa Pacitan Juga Dirasakan Warga Bantul
Pusat Gempa, di Pacitan Jawa Timur ~sumber: www.tribunnews.com

Kami berlari keluar kamar. Suamiku berteriak keras-keras memanggil Aji, adikku yang masih meringkuk tidur di kamarnya. Sekian detik Aji tak juga muncul menyusul kami. Saat pintu ruang tamu sedang dibuka oleh suami, aku berlari ke kamarnya. Kutendang Aji, hingga ia meloncat kaget. 
"Tangii!" Teriakku. Lalu kami pun berlari bersama-sama. Gemuruh itu masih memenuhi telinga. Help me, Tuhan. Ya Allah. 
Setelah kami semua di luar rumah, anehnya tak ada satu pun pintu tetangga yang terbuka. Semuanya baik baik saja. Tak ada mata ketakutan seperti bayangan kami. Dan kulihat anak usia lima tahun berdiri di halaman rumahnya menatap kami heran. 
"Apa sih Mbak?" Tanya Aji merasa bingung.
Aku dan suami tersadar dari hal konyol ini ketika melangkah masuk sambil menahan tawa yang hampir meledak. Menggelikan, saat menyadari di ujung gang, ada mobil meraung seperti gemuruh tembok runtuh dalam versi otak kami. Tak ada gempa bumi. Semua baik-baik saja. Ah, kesadaran yang belum pulih dari tidur tentu saja sangat mudah membuat seseorang sempoyongan, bukan?
Buruk sekali rasanya jika kepala sudah dihuni ketakutan semacam ini.
Jadi, saat malam tadi bumi bergoyang, kami berlari keluar rumah dengan pikiran yang sama tentang tembok tembok yang akan runtuh. Pun sepi yang sama. Pintu pintu rumah tetangga yang tertutup. Semua tampak baik baik saja.

"Ah, ini cuma perasaan kita lagi Dik" bisik suamiku, merasa konyol.

Dan sekian detik kemudian, anak itu kembali muncul. Kali ini ibunya pun menyusul.

"Gempa po Mbak?" Tanyanya.

Aku tersenyum tak yakin. Dengan tangan bergetar kubuka sosial media. Ya, ini beneran lindu. Kali ini kami tidak sekadar linglung bangun tidur. Kadang seseorang bahkan tidak memercayai dirinya sendiri, tapi ketika melihat sekian orang ngetwit soal gempa, ini membikin percaya diri itu pulih. Ah, nggak ada negatifnya kok heboh di sosial media saat ada gempa. Yeah. 

Tulisan Terkait

1 komentar

  1. Memang menjadi trauma, ya mak? saya sendiri pernah merasakan gempa hebat waktu PKL di Ponorogo. Dan memang menimbulkan kekhawatiran. Semoga mak dan keluarga selalu dilindungi :)

    ReplyDelete

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....