Saat melihat ibu hamil mengantre sendiri di ruang tunggu rumah sakit, pasti satu di antara kita ada yang kepikiran negatif. Mungkin suaminya nggak bertanggung jawab karena hamil hasil 'kecelakaan'? Mungkin suaminya jauh dan tega sekali tidak menemani istrinya di kota yang sama. Mungkin pernikahan mereka tidak bahagia. Mungkin suaminya mati, mungkin dan seribu kemungkinan negatif lainnya.
Jujur saja, sebelum menikah aku ngggak suka dengan pikiran pikiran negatif tersebut, yang kadang seringkali dijumpai dari teman teman yang nyinyir. Kenapa kita nggak berpikir sebaliknya. Barangkali, suaminya sibuk sekali mencari biaya untuk persalinan, sehingga perlu memprioritaskan salah satu. Dan ia memilih untuk tidak menemani istrinya yang ia anggap tangguh dan luar biasa. Mungkin perempun hamil itu seorang yang sangat menerima, dan pengertian betul akan ketidakbisahadiran suami. Atau justru, dia tipe perempuan ngeyel yang nggak sabaran untuk dianter suami? Eit, yang terakhir ini masih negatif juga ya hahaha.
Setelah menikah, cara pikirku kemudian berubah lagi. Jan labil banget. Mungkin karena ngalamin sendiri, bagaimana seorang dokter begitu mengintimidasi dengan pertanyaan "Suaminya mana? Kok nggak ikut?" Waktu dulu datang ke dokter kandungan untuk periksa prakehamilan. Padahal suami ikut nganter, cuma dia nunggu di luar ruangan. Belum terbiasa nganterin istri ke dokter kandungan sih, jadi mungkin masih malu malu gimana hahaha.
Awalnya aku pikir, emang pentingnya apa sih suami harus ikut? Aku bisa sendiri kok. Karena belum pernah hamil dan bukan seorang dokter kandungan, tentu saja aku nggak paham apa saja kemungkinan buruknya pergi ke dokter tanpa seorang suami.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, pertanyaan dokter dan kenyinyiran seorang teman ada sisi baiknya juga loh. Bayangkan saja, ketika ibu hamil datang seorang diri dan ada sesuatu yang bahaya di dalam kehamilannya. Mendengar kabar tersebut pastilah hormonnya bisa memburuk bukan? Padahal stres nggak baik buat ibu hamil. Kebayang nggak kalau ibu tersebut ternyata lemah pikirannya, terus lemas dan nggak bisa pulang sendiri setelah mendengar kabar buruk?
Atau kasus lain, tentang seorang istri yang lagi galau menunggu lekas hamil karena hormonnya buruk. Ia datang seorang diri ke dokter kandungan dengan segala keluhannya. Kenapa telat haid, kenapa siklus haid terlalu cepat, kenapa memiliki ciriciri seperti orang hamil? Daaaan, saat menerima kabar buruk kalau ada masalah pada reproduksinya, apa yang terjadi? Mungkin ia akan merasa sedih bukan saat suaminya tidak ada untuk menangggung kesedihannya bersama sama. Atau, jika kabar baik itu yang datang, ia dinyatakan hamil setelah sangat menginginkan seorang anak, ia mungkin juga akan sedih saat menerima kabar membahagiakan tanpa diterima bersama dengan lelaki yang paling ia cintai.
Namun, apapun alasan para suami tidak bisa menemani istrinya ke dokter, ada baiknya kita tetep berpikir positif. Mungkin alasan si suami tidak seburuk yang kita bayangkan. Anggap saja, perempuan yang pergi ke dokter kandungan sendirian itu keren banget. Pastilah ia perempuan kuat yang mampu menghadapi apapun dalam hidup.
Jiaaah, kenapa aku nggambleh sepaanjang ini?
Comments
Post a Comment
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....