Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2014

Nilai Guna Lebih Tinggi Dari Nilai Keindahan

sumber gambar "Kalau pekerjaanmu lebih rapi, pasti sempurna hasilnya" "Ah, biar saja. Sing penting kan manfaatnya!" Huffft  Orang memang macem-macem ya sifatnya. Termasuk penganut prinsip nilai guna lebih tinggi dari nilai keindahan.  Tapi kemudian aku berpikir lagi, bahwa memang tidak semua orang menyukai keindahan yang sama. Itu juga bukan sebuah kesalahan. Hanya saja, jika terjebak pada percakapan di atas rasanya dadaku berat sekali. Sebab bagiku, sederhananya seperti ini. Bahwa nilai guna dan keindahan ya sama pentingnya. Misal, ketika aku beli sofa ruang tamu. Aku tidak hanya berpikir bahwa sofa berfungsi untuk duduk pantat teman main, tapi juga bagaimana sofa tersebut memberi keindahan untuk ruang tamuku. Kenapa orang orang perlu repot-repot menyembunyikan jemurannya di loteng daripada halaman rumah? Bukankah lebih praktis memamerkan celana dalam, kutang dan sempak di depan dari pada repot-repot naik turun tangga demi sederet jemuran? Jawabannya

Upaya Bunuh Diri?

Amarah itu seperti api. Jika disembunyikan dalam diri, ia akan bergejolak: kadang berkobar jadi api dan lain hari jadi bara yang mudah sekali membuat dada jadi panas. Harusnya memang tidak seperti ini. Harusnya bisa kupadamkan. Sebab sejatinya, merumahkan amarah dalam badan tak lebih dari upaya bunuh diri.  Seperti belakangan ini, sakit kepalaku semakin rutin terasa. Bonusnya adalah bagian leher belakang ke atas jadi ngilu yang membuatku nyaman hanya jika menyandarkannya. Memang suka aneh ya badan ini. Kalau aku sedang jengkel setengah mati, biasanya perutku yang kram. Mungkinkah kemarahanku yang dihimpun seperti bukit kini telah mencapai puncak? Sudah mencapai puncak kepalaku? Ah, seharusnya setiap orang memang punya keberanian untuk melepaskan kemarahannya. Supaya setelah itu, ia dapat melangkah lebih baik dengan hati yang baru. 

Mungkinkah penyakit asma bisa datang tiba-tiba? Lalu membunuhku?

Dadaku terasa dibebani berkilo-kilo batu. Rasanya sesak. Aku kesulitan bernapas. Sesekali, aku pernah merasakan hidungku seperti tersumbat peluit. Lalu tanganku dingin sekali. Aku takut. Sebab itulah detak jantungku memburu-buru. Mungkinkah penyakit asma bisa datang tiba-tiba? Apakah aku akan mati muda? Aku tak bisa menghindar dari peranku sebagai perokok pasif. Suamiku perokok berat. Ia merokok di manapun ia mau. Di rumahku sendiri, aku sering merasa kekurangan oksigen. Ada 3 asbak yang harus kubersihkan tiap pagi. Satu lagi sudah kupecahkan. Meski begitu, ia masih selalu merasa kurang. Aku merasa di ruang manapun ada abu rokok yang bisa membuatku sesak napas. Tapi di tempat yang sama sekalipun kuletakkan asbaknya, ia selalu mengomel ketika mencarinya. Abu dan omelannya sama-sama semakin membuatku sesak napas. Aku sengaja tak mau lagi memintanya berhenti. Tak bisa. Aku tak bisa memintanya apalagi melarangnya. Mungkinkah ini jadi berat karena posisiku sebagai seorang istri? Ba

Mencintaimu adalah takdirku

Kuhindari Kau merapat Kucintai Kau berpaling Kita menyatu Masalah-masalah menyerbu Kubertahan kau kuberati Tapi kaupilih pergi Kuputuskan untuk tinggal Kau usir aku Kutinggalkan kau Baru kau raih tanganku untuk kembali Kita kembali kumpulkan pecahan-pecahan kaca Pecahan yang sesekali membuat jariku berdarah Tapi beginilah kita: mencintamu adalah takdirku Sumber gambar