Mungkinkah penyakit asma bisa datang tiba-tiba? Lalu membunuhku?

by - December 13, 2014

Dadaku terasa dibebani berkilo-kilo batu. Rasanya sesak. Aku kesulitan bernapas. Sesekali, aku pernah merasakan hidungku seperti tersumbat peluit. Lalu tanganku dingin sekali. Aku takut. Sebab itulah detak jantungku memburu-buru. Mungkinkah penyakit asma bisa datang tiba-tiba? Apakah aku akan mati muda?

Aku tak bisa menghindar dari peranku sebagai perokok pasif. Suamiku perokok berat. Ia merokok di manapun ia mau. Di rumahku sendiri, aku sering merasa kekurangan oksigen. Ada 3 asbak yang harus kubersihkan tiap pagi. Satu lagi sudah kupecahkan. Meski begitu, ia masih selalu merasa kurang. Aku merasa di ruang manapun ada abu rokok yang bisa membuatku sesak napas. Tapi di tempat yang sama sekalipun kuletakkan asbaknya, ia selalu mengomel ketika mencarinya. Abu dan omelannya sama-sama semakin membuatku sesak napas.

Aku sengaja tak mau lagi memintanya berhenti. Tak bisa. Aku tak bisa memintanya apalagi melarangnya. Mungkinkah ini jadi berat karena posisiku sebagai seorang istri? Bagaimana kalau ibunya yang kuminta melarang? Pasti ia mau berhenti. Tapi itupun ternyata tak mudah. Ini sama beratnya karena aku seorang anak. Tak bisa. Aku tak bisa memberi beban perempuan  yang telah kucintai seperti ibu sendiri. Bagaimana akan nelangsanya seorang ibu mengkhawatirkan anaknya dalam setiap detik, sebab setiap detik itulah ia akan tahu: aku dan anaknya sedang menuju kematian yang konyol.

Suamiku mulai batuk-batuk rutin. Aku membelikannya obat batuk ke apotek dan mampir sebentar ke warung untuk membeli rokok. Aku tak perlu repot-repot memasak tanpa minyak, sebab segala macam gorengan lebih nikmat ketika dinikmati seperti menelan racun. Ini bukan lelucon. Ini hal biasa di rumah kami. Aku tak perlu mengkhawatirkannya berlebihan, dan  seharusnya aku pun tidak harus takut berlebihan terhadap kesehatanku sendiri. Sebab sekalipun aku mati karena ini, aku tahu kalau ia pun tidak akan bertahan lama dengan rokoknya. Jika nanti ia mati lebih dulu karena ini, aku tidak takut sendirian sebab jalan menuju kematian sedang kami tempuh bersama-sama. Setidaknya, aku tak mau kesepian tanpa dia.

Apakah aku boleh bermimpi kalau suamiku akan bisa berhenti?
Bolehkah aku bermimpi jika masih ada masa depan yang indah tanpa sakit-sakit yang menakutkan?
Ah, tiba-tiba saja aku malah mengingat Mbak Doria yang kini telah pergi karena asmanya.


Tulisan Terkait

0 komentar

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....