Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Malam Seribu Petir

Hal tersial yang kualami malam tadi ialah ketika tubuh xl-ku (baru kusadari) tak muat lagi dimasuki jas hujan egois. Sungguh. Padahal aku harus pulang apapun yang terjadi.  Maka dengan terpaksa, kubiarkan saja resletingnya terbuka. Dan hujan serta angin dalam sekejap menghajar tubuhku dari depan. Aku kedinginan. Tapi tak lebih dingin dari nasib orang yang kehilangan kemerdekaan. Jadi aku kudu kuat.  Sebenarnya jika posisi jas hujan kubalik, mungkin aku bisa terhindar dari dingin yang menyengat. Tapi pilihannya cuma dua; tubuhku yang basah? Atau risiko tulisan tulisanku dalam laptop yang lenyap kerna harus kehujanan. Tentu saja opsi pertama yang kupilih. Tak mungkin kujaminkan kehidupan karierku pada mantel yang lehernya sobek. Tak bisa. Jadi biarlah ia hangat menempel di punggungku saja. Lalu, sekira satu kilo perjalanan, hujan turun sangatlah lebat. Mataku mulai sakit akibat biji hujan yang jatuh menghantam. Kacamataku melorot tak guna. Kabur sudah segala pandang. Loban

Working Moms Dillema

Kesadaran perempuan atas posisinya dalam lingkup sosial serta pemenuhan terhadap hak asasinya, menuntut perubahan peran dan posisi perempuan dalam berbagai bidang. Hal ini kemudian dikenal sebagai emansipasi perempuan. Emansipasi, dalam banyak hal memberikan ruang terbuka bagi perempuan untuk mangaktualisasikan dirinya secara profesional. Maka ketika perempuan terlibat dalam dunia kerja, hal ini bukan perkara yang baru. Tidak hanya perempuan yang belum menikah, tapi setelah mereka menyandang status istri atau ibu sekalipun bukan sebuah halangan bagi mereka untuk tetap eksis di dunia kerja. Sehingga tidak aneh jika sekarang banyak perempuan di Indonesia yang memiliki jabatan penting di berbagai instansi, baik negeri maupun swasta. Peningkatan peran perempuan sebagai mitra kerja yang setara dengan laki-laki memikul tanggung jawab perempuan sebagai pribadi yang mandiri dalam lingkungan masyarakat maupun keluarga. Dengan bekerja, mereka bisa mengaktualisasikan hasil pendidikan yang

Rum, Pulanglah ...

Pagi pagi sekali, aku nyaris meloncat saking kagetnya mendengar Rumi, nyonya rumah ini yang tadi kulihat memasuki kamar mandi mendadak berteriak memanggil suaminya. "Masssss!"  Astaga! Petasan aja mungkin kalah kencengnya, mengingat ini berbunyi di pagi yang masih sepi sekali. Untung aku tidak latah yang lantas membunyikan klakson, atau menabrak roolingdoor garasi demi mendengar teriakan tersebut. Aku cukup tahu diri untuk tidak membuat kehebohan yang ganjil di pagi hari.  Tapi kemudian ... keganjilan yang lain justru muncul dari dalam kamar mandi.  Ya, dari dalam kamar mandi, aku bisa mendengar dengan jelas ada suara isak tangis Rumi di sana. Sebentar menangis, sebentar tertawa. Sumpah mati aku penasaran ingin tahu apa yang sedang terjadi.  Seandainya saja aku manusia, dan bukannya motor Supra Fit kelahiran 2006 bernama Casimira, tentunya aku sudah mendekati pintu kamar mandi itu. Mengetuknya pelan, dan bertanya, "Kau, baik-baik saja kan Rum?"

Kebahagiaan Itu Adalah Kamu

Ketika aku tidur, aku masih bisa mendengar suaramu yang halus memanggilku dengan mesra; kamu sedang memintaku untuk lekas bangun.  18 Oktober 2015. Ini Minggu pagi yang dingin.  T ak bisakah aku tidur lebih lama lagi, Mas? Lelah sekali rasanya perjalanan mudik kemarin.  "Sungguh nih, Adik enggak mau diajak sarapan di luar?" Lagi-lagi suaramu terdengar menggoda. Tawaran yang sekian lama kunanti-nanti itu, bagaimana mungkin aku tolak. Maka aku pun bergegas bangun. Tidak mandi, hanya mencuci muka dan memoles wajah dengan make up.  Ketika aku berganti pakaian, dari dalam rumah terdengar deru mobil dinyalakan. Pasti itu kamu pelakunya. "Sudah siap?" Tiba-tiba kamu muncul dari balik pintu. Aku mengangguk cepat. Tentu saja aku tidak mau moment yang baru akan diciptakan ini menjadi berantakan hanya karena kamu yang tidak suka menunggu.  "Jangan terburu-buru. Dandan aja yang cantik. Mas akan menunggu." Katamu sambil tersenyum. Lemparan senyum yan

Monolog Malam Minggu

"Dalam perjalanan ini Tik, mungkin hanya lampu merahlah yang berhitung mundur. Jadi, tak mungkin, waktu tak mungkin berbalik arah ke belakang, meski itu sebaik-baiknya kenangan yang pernah kaumiliki" kata Miola mengagetkanku di lampu merah yang hampir habis 19 belas detik lagi. Nada suaranya penuh cemburu. Ah, sembilan belas. Di masa lalu, angka itu bukan sekadar bilangan Mi. Jangan cemburu. Tiga tahun lalu, bahkan aku tidak pernah berpikir akan mengenalmu. Memilikimu. Menci ntaimu seperti sekarang. Ya, tiga tahun silam, tepatnya hari ini, aku masih begitu cintanya dengan Casimira, si mesin tua yang cerewet itu. Tapi Mi, di tanggal 17 tiga tahun silam itu pula, aku terpaksa meninggalkannya sendirian di Jogja, yang seharusnya kubawa pulang ke kampung halaman. Kau tau Mi, ini kulakukan sebab hari hari sebelumnya, sekira semingguan jemariku kaku tiap melajukan Casimira. Aku was-was, aku takut cilaka. Maka, yang kurapal sepanjang perjalanan adalah aku harus selamat. Aku ha

Kode Rahasia ILLahi, Barangkali.

Aksi diammu pecah saat tiba-tiba pacarmu datang dan sebentar kemudian pergi begitu saja. "Ini nih, kenapa kita tidak boleh ketemu lagi" katamu padaku. Menusuk. Kamu menatapku sinis sebelum akhirnya berlari menyusul pacarmu yang cemburu. Astaga. Aku sungguh tidak paham. Di tempat umum semacam ini, siapa pula yang tahu akan dipertemukan dengan siapa? Begitu pun kita. Aku dan kamu. Tidak perlu kumungkiri, tempat ini memang menyimpan banyak sekali masa lalu kita. Ketika namamu masih kurapal dalam doa. Ketika namaku masih jadi tokoh-tokoh dalam puisimu. Itu dulu. Itu hanyalah masa lalu. Namun, jika sewaktu-waktu kuziarahi tempat ini karena rindu, itu jelas bukan lagi jadi urusanmu. Bukan urusanmu. Maka, ketika aku melihatmu tengah duduk sendirian sore ini, itu pun bukan lagi urusanku. Bukan urusanku. Aku diam, kamu pun pura-pura tak melihat.  Meski sebenarnya diam-diam dadaku berkecamuk, tapi aku terlalu tahu diri untuk sekadar menyapamu. Lalu apa yang salah de

Retakan

Ada yang kembali pecah.  Sesuatu yang satu bulan lalu kutambali dengan susah payah.  Kini berserakan.  Ngilunya bukan main.  Mungkin akan ada yang hilang dan menjadikannya tidak utuh.  Maka, berhentilah menenang-nenangkan bahwa ini semua masih baik-baik saja.  Sebab, aku bisa benar-benar berhenti, saat semuanya luap.  Aku serius, tak sanggup jika harus berlama-lama terbakar diri sendiri. 

Mungkinkah Aku Sakit?

Gemuk itu bikin enggak seksi? Ah itu sih relatif ya. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Tapi kalau dikata gemuk itu enggak sehat, kayaknya aku sependapat. Mungkin kerna aku mengalaminya sendiri. Jadi ini sifatnya sangat sangat personal.  Rasanya, setelah gemuk kok ya ada aja yang bikin badan enggak nyaman. Mulai dari asam urat, ISK, sesak napas, sampai dengan PCO. Kali enggak ada hubungannya ya sama berat badan. Tentunya ada faktor sekundernya. Pasti. Cuma kebetulan aja, penyakit-penyakit itu muncul pas badanku udah melembung.  Sekarang-sekarang malah aneh. Aku bawaannya lemes banget. Sembuh lemes, makan enggak boleh telat. Kepala sering pusing, sakit, dan pandangan berbayang. Dada kiri juga sakit-sakitan, sampai ngeri kalau ... ah enggak deh. Tapi tangan kiriku juga suka ngerasa semutan. Belum lagi leher yang berkali-kali pegelah, sakitlah, teganglah dll. Eh, baru kemarin sisi kepala belakangku kok ya sakit. Seperti ada sesuatu yang menyengat dan bikin aku tertegun. Ya A

Laki-laki Kena PMS? Yaelah

Sumber Gambar:  id.aliexpress.com Satu satunya lelaki yang kukenal enggak percaya bahwa wanita kena PMS itu berbahaya ya cuma suamiku sendiri. Itu kejadian sebelum kami menikah.  Ya, hampir setiap aku period, atau menjelang period, dia selalu sewot dengan kalimat-kalimat yang menyakitkan "Dikendalikan dong emosinya", "Ah itu sih akal-akalan kamu aja biar bisa marah", "Jangan mengkambinghitamkan mens terus sih", "PMS itu cuma mitos" dan sebagainya.  Ih. Bener-bener minta dicium itu manusia.  Padahal, menstruasi kan mules, pegel, dan enggak nyaman banget. Bayangin deh, orang sakit gigi aja bisa ngamuk kalau ada yang teriak-teriak di deketnya. Kenapa emangnya? Ya karena enggak nyaman. Orang merasa enggak nyaman itu emosinya suka labil. Emang bisa dikendalikan sih, tapi bukan mitos banget kalau yang dirasain perempuan pas period itu emang bikin sensi.  Gitu-gitu aku malah keceplosan berujar "Coba kalau Mas yang menstruasi. Apa bi

Casimira, Where are You? Aku Kangen Beraaaattt

Aku sengaja tidak pergi kemanapun selepas pulang dari kantor. Hanya memarkir Casimira yang diam dan benar-benar diam di garasi rumah.  Saat itu, aku merasa tidak perlu memahami apakah dia sedang marah, terluka, atau bersedih hebat akibat keputusanku untuk menjualnya. Toh, dia hanya mesin tua yang suka ngambek. Mesin yang sangat rumit dipahami melebihi rumitnya memahami laki-laki kena PMS. Harusnya dengan kenyataan itu aku bisa sangat mudah melepas Casimira. Tapi ternyata tidak. Aku nyatanya terlalu sedih untuk bisa memahami bagaimana keadaan perasaannya yang sensitif. Maka, p ukul 10 malam, aku memaksakan diri bangun dari tempat tidur, berjalan ke garasi rumah, memeluknya lamaaaaaa sekali. Aku tidak tahan untuk tidak menangis. Meski hanya mesin tua, tapi sungguh, Casimira itu spesial. Sangat spesial bagi hidupku. Penyelamatku. Teman kemana pun aku pergi. Dengan hubungan yang ganjil seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa gampang melepaskannya pergi? Mana mungkin? Tapi semuanya sud

(Gagal) Makan Hati

Hati yang telanjur beku ini sedang kucoba hangatkan kembali. Tapi sial. Bukankah hati yang sudah kelewat lama dibekukan mungkin tidak baik digunakan? Maka, aku tak jadi makan hati. Tak Bisa. Hati yang rusak tak bisa jadi korban "makan hati". Aku pun tersenyum. Merasa menang. Sesuatu yang tak layak digunakan, biarlah pergi ditampung tempat sampah (dapur). 

Ketika Kamu Pergi, Mungkin Matahari Tidak Akan Kembali Lagi.

Aku membuka kembali kain putih yang menutupi wajahmu. Pucat. Seperti perasaanku yang kini tak punya warna lagi.  Bibirku terasa bergerak sedikit. Membentuk senyum paling sederhana yang masih bisa kulakukan. Membuat orang-orang di sekitarmu menatapku heran. Mungkin karena tak sewajarnya aku begini. Bahwa yang wajar bagi mereka ialah kesedihan, isak tangis untukmu,  mata bengkak, hidung merah dengan wajah yang lebih pucat dari wajahmu.Tapi aku tak mau. Bukan karena kepergianmu membuatku bahagia, tapi aku tahu, satu-satunya cara membuatmu bahagia adalah melihatku seperti ini.  Maka aku tersenyum lagi. Dan aku memang selalu tersenyum jika melihat wajahmu yang pulas tertidur.  "Kenapa?" tanyamu, suatu hari.  Aku sengaja tidak menjawab. Dan kamu akan memonyongkan bibir, menarikku ke dalam pelukan lalu kita lepaskan segala beban. Selalu seperti itu. Kamu tidak pernah benar-benar mau tahu alasanku. Dan ini tetap jadi rahasia bahwa sebenarnya hanya ketika kamu tidur,

Saat lelah dan memilih pergi

Kalender di ruang kerjamu masih menunjukan bulan yang sama pada tahun yang sama pula. Empat purnama lamanya.  Harusnya, 11 hari lalu kalender ini kuganti dengan yang baru. Tahun baru. Cerita baru?  Ah, mungkinkah? Seperti kalender yang berhenti dibuka, cerita kita pun rasanya sama sekali belum selesai. Hanya menggantung tak rampung. Tidak jelas. Tidak tahu bagaimana mengakhirinya.  Aku sengaja tak menyentuh apapun lagi di ruangan ini. Juga asbak batu yang masih menampung putung-putung rokok terakhirmu, foto kita dalam figura, buku-buku lama, sofa tempat kita berciuman dan meja kaca yang kini dihuni debu-debu dari fentilasi. Aku hanya sesekali membuka pintunya, lalu kembali dengan dada yang penuh.  Betapa senyap ruangan ini.  Biasanya, kamu selalu memutar musik lawasan dengan keras tanpa peduli apakah aku suka atau tidak, berteriak minta ini itu tanpa peduli aku keberatan atau tidak, menghabiskan berbatang-batang rokok sampai batuk, tanpa peduli bahwa perbuatanmu mengancamku. 

Mengubah blogspot jadi domain berbayar

Penting enggak sih punya domain sendiri? Jawabannya tentu subjektif banget ya. Ada yang kekeuh memakai blogspot dan wordpress, tapi ada pula yang mempersuasi pakai domain berbayar biar kesannya jadi profesional. Ah profesional, padahal yang pakai domain gratisan juga banyak yang lebih keren kok dibanding yang sok profesional.  Buat saya pribadi, mau pakai blogspot atau domain sendiri, itu hanya soal pilihan.  Dulu saya pengin banget punya web sendiri. Tapi sayangnya istilah domain dan hosting aja enggak ngerti. Lalu setelah saya tanya-tanya, ujungnya malah bimbang sendiri buat punya domain dan hosting pribadi. Bimbang kalau selanjutnya enggak bisa bayar, bagaimana? Bimbang karena blog ini sudah lumayan banyak isinya kok malah membangun rumah baru. Bimbang karena denger-denger web itu pakai quota ya, jadi bakalan berat dibuka kalau isinya kebanyakan. Bimbang, karena khawatir kalau kelak enggak dibayar semua isinya akan hilang. Dan banyak lagi kekhawatiran lainnya. Sebenarnya sa