Dunia Trisa: Buku Harian Seorang Pemimpi (Review)

Mimpi seperti halnya kapal, di balik kemudinya kita harus siap mengatur arah. Manakala kita berhasil menjadi pengemudi yang baik, maka sampailah kita pada apa yang dicita-citakan. Namun, sebagai pelaut mungkin kita akan temui ombak besar menggulung. Badai datang tiba-tiba. Siapkah kita?
Seperti halnya Trisa—dalam chicklit Dunia Trisa—yang terobsesi menjadi aktris terkenal, lalu menyeretnya pada serangkaian masalah yang rumit. Masalah pekerjaan, percintaan sampai pada masalah akademik yang membuatnya kalang kabut.
Belum lagi status DO dari kampusnya yang juga menjadi salah satu masalah serius yang membuatnya harus berhadapan dengan dua pilihan yang serba sulit. Tapi begitulah Trisa, ia tak pernah putus asa untuk bangkit. Selalu bangun kembali dari segala keterpurukan, bahkan ketika kariernya hancur, ia rela memulai lagi segala usahanya dari nol.
Secara keseluruhan, cerita yang disuguhkan Eva seperti membawa kita pada pemikiran, bahwa ada banyak pilihan dalam hidup ini selain sekadar untuk menikah. Kenapa harus buru-buru menikah dan meninggalkan segala mimpi kita? Toh hidup kita akan baik-baik saja tanpa ikatan semacam itu. Mungkin seperti itulah pesan yang dibawa tokoh Trisa dalam novel bergenre chicklit tersebut.
Atau jangan-jangan keputusan tokoh Trisa untuk tidak menikah sebenarnya merupakan akibat dari rangkaian trauma yang dialaminya? Bagaimana bisa Trisa ingin menikah, setelah kepercayaannya terhadap kata tersebut diciderai oleh nasib tragis tokoh Rhein—sahabatnya yang hamil di luar nikah dengan lelaki beristri. Lalu apakah tokoh Trisa tetap berkeinginan menikah, ketika tokoh Bian—lelaki yang disukainya dan hampir berhasil merayunya di hotel itu—tak lain merupakan lelaki hidung belang yang telah meminang rivalnya sendiri? Kemudian hadir tokoh Adam, lelaki yang mencintainya namun masih terlibat perasaan dengan Erin—sutradara yang telah mengangkat kariernya. Entah kenapa, penulis di sini selalu menghadirkan tokoh-tokoh lelaki yang kesemuanya berkecenderungan membuat Trisa berpandangan negatif terhadap laki-laki. Tapi di situlah pointnya kenapa novel ini begitu menarik untuk dinikmati. Penyelesaian konflik yang manis sekaligus menyentuh sangat terasa dalam setiap kisahnya.
Sebagai produk budaya yang lahir di zaman kapitalisme, chicklit membawa warna baru dalam dunia kesusastraan Indonesia. Pilihan bahasa yang sederhana dan ngepop, menjadi karakter dalam setiap chicklit yang ada. Hal ini dapat dimengerti, karena konsumen novel genre ini biasanya berasal dari kalangan muda perkotaan.
Demikian pula dengan Dunia Trisa, membaca novel genre chicklit ini pembaca dibuat tidak dapat berhenti sampai habis di halaman terakhir. Ide cerita yang sederhana namun dikemas dalam tulisan yang sangat menghibur. Tidak heran kalau pada akhirnya chicklit seringkali dikatakan sebagai karya sastra yang bertendensi untuk dikonsumsi oleh perempuan-perempuan di waktu senggangnya.
Tema yang diangkat dalam novel chicklit berjudul Dunia Trisa ini juga tidak jauh-jauh dari kehidupan si penulis. Eva yang notabene pernah menjadi penulis skenario film pendek kemudian menciptakan Dunia Trisa—dunia aktris lajang dengan segala tethek-bengek dunia perfilman.
Berangkat dari latar belakang kehidupan si penulis tersebut, barangkali inilah yang kemudian menjadikan Eva berhasil membangun soul pembaca untuk masuk ke dalam alur dan latar cerita secara detail. Sehingga dengan membaca Dunia Trisa, kita seperti berada langsung di dunia tokoh Trisa, dunia yang menyuguhkan sisi kehidupan aktris lajang di dunia perfilman. Selain itu novel ini juga sangat cocok dibaca perempuan-perempuan yang sedang gigih mengejar mimpinya. Novel chicklit yang sangat inspiratif dan menghibur.
Untuk menikmati novel yang renyah begini, saya sampai bisa men-skip dulu soal typo.
Daftar pustaka: Rahayu, Eva Sri. 2011. Dunia Trisa. Yogyakarta: Stiletto Book
*Review ini saya tulis pada tahun 2012
0 komentar
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....