Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2015

Jadwal Operasi yang Tertukar

Minggu malam itu, saya dan suami sengaja tidur gasik di rumah sakit. Kayaknya, sebelum jam 12 malam, kami sudah tepar (padahal biasanya denger bedug subuh baru inget tidur). Ya, sekali-kali-lah jadi pasien patuh. Kan, besok paginya mau operasi telinga. Masa masih mau begadang sih, pikir kami.  Kalau jam tidurnya cukup, artinya suami bakalan fit saat menjalani operasi. Makanya, tanpa kompromi, saya mengharuskan dia buat tidur malam segasik mungkin. Apalagi kata dokter, jadwal operasinya jatuh di jam pertama sekitar pukul 8 atau 9 pagi. Kan pagi banget tuh. Maklum, kami terbiasa buka pintu dan jendela rumah tepat pukul 10 pagi (Itu pun karena denger tukang sayur yang manggil-manggil. Jadi, jangan tanyakan, kami biasa sarapan jam berapa ya hehehe?).  Oh ya, yang penasaran suami saya sakit apa, bisa baca peristiwa ini dulu ( adegan satu , dua , dan tiga ). Nggak baca juga nggak papa sih, tetep bakalan nyambung kok. :)) Lanjut yuk. Jadi gini, karena suami saya mendapat jadwal ope

Perempuan vs Lak-laki

"Sejak menikah, Mas baru satu kali beli sandal loh" Kata suamiku. Dari kalimat tersebut, tersirat sekali kalau dia lagi nyindir aku yang bolak balik beli sandal. Ya, u sia perkawinan kami memang sudah melangkah ke tiga tahun, jadi jangan tanyakan berapa banyak sandal yang sudah kubeli dan keberadaannya sekarang entah di mana.  Sedangkan suamiku, ia hanya memiliki satu sandal main dan satu sandal untuk acara-acara formal.  Apakah itu wajar? Bagiku iya.  Pembelaanku sebagai perempuan adalah:  Perempuan terkhusus itu nggak cukup punya satu sandal atau dua sandal. Aku sendiri butuh sandal untuk ke resepsi, ke acara formal, main, hangout dll.  Saat ke resepsi, biasanya aku memakai wedges karena gaunku yang panjang. Wedges itu pun kadang-kadang kupakai ke acara-acara tertentu. Tapi kan nggak mungkin banget aku hangout ke mal, atau ke pantai pakai sandal tinggi, bukan? Nggak nyaman banget keles.  Makanya untuk main ke tempat-tempat tertentu, aku membutuhkan sandal

Bukan Fragmen Kesalahpahaman

"Ngabuburit ke mana yah?" tanya suamiku sambil senyam senyum. Aku awalnya diem, soalnya tahu sebenarnya kalimat itu hanya ledekan. Ia tidak serius. Ia hanya memancingku supaya merengek-rengek minta keluar.  Tapi akhirnya aku tertarik mengikuti alur permainannya, "Ke mana yah?" jawabku, berekspresi sok mikir.  "Nggak ah, Mas pengin buka di rumah aja" Kan lihat? Sudah kuduga. Ini cuma permainan. Belum aja klimaks, udah menyerah.  "Oke. Tapi temenin ke pasar ya. Soalnya tadi tukang sayurnya nggak lewat" jawabku. Hayo? Pilih mana? Ke pasar, yang merupakan aktivitas paling ditolak suami, atau ngabuburit ke luar? Hihihi, aku ngikik di dalam hati. Satu kosong kau Mas.  "Beli di warung kampung aja ya" "Nggak lengkap sih Mas" "Itu loh warung yang baru buka. Kayaknya lengkap" Warung ini berada di depan, warung langgananku. "Adek nggak enak Mas sama bapaknya (warung lama)" "Ya, ke warung

Ketika Otak juga Butuh Lalapan

Di rumah terus itu membosankan. Tapi selalu bepergian juga ternyata melelahkan. Pernah nggak sih ngalami dua hal itu?  Aku sering hahaha.  Kesannya serba salah. Di rumah bosan, diajak pergi melulu ya capek. Terus maunya kayak gimana? (Embuh) Seminggu yang lalu, aku bahkan banyak protes (entah pada siapa) tentang kondisi (hati) yang kurang menyenangkan ini. Rasanya bete, bosen, sepi, nggak ada yang asyik, uring-uringan dan bla-bla-bla lainnya. Suami sampai bilang "Bosan kenapa sih? Kan Adik tak ajak pergi terus?" Ya, selama aku banyak ngeluh karena bosan di rumah, dia memang selalu ngajak keluar ke mana pun dia pergi. Pokoknya, di mana ada dia, selalu ada aku juga di sana hihihi (aktivitas ngintil).  Padahal udah dituruti semua, tapi kenapa aku masih merasa bosan? Apa sih sebenarnya yang dibutuhkan? Di rumah bosan, keluar melulu juga bosan. Bahkan berduaan sama suami aja aku masih merasa sepi, dan ujungnya ngajak pergi. Sumpah deh, boseeen banget. Makanya, mun

Resep Membunuh Jamur di Lemari Serbuk Kayu

Pernah nggak sih mengalami perasaan jijik yang iyehhh banget pas melihat lemari pakaianmu dipenuhi jamur? Saya pernah.  Baru beberapa bulan dibeli, lemari kayu saya sudah dipenuhi jamur. Antara jijik, jengkel, ada juga rasa menyesal karena nggak percaya sama suami sendiri. Coba nggak beli lemari serbuk kayu, kejadiannya pasti nggak bakal kayak gini.  "Salahnya Adik sih, nggak mau dengerin pendapat Mas" begitu kata suami.  Dia memang sempat nggak setuju saya beli lemari kayu di toko furniture. Penginnya dia, kami mendesain lemari sendiri, lalu membawa desain tersebut ke tukang kayu. Selain bakal awet, kan desainnya sesuai dengan keinginan hati. Tapi saya menolak. Ribet dan lama jawab saya waktu itu. (Sebenernya, kalau tahu bakal berjamur begini, sumpah deh, saya mendingan ribet di awal tapi nggak repot di kemudian hari). Tapi kan semuanya sudah telanjur.  Nggak mungkin juga, kejadian beberapa bulan lalu bisa dicancel. Pada akhirnya, SEKARANG kami tetap har