Perempuan vs Lak-laki

by - June 19, 2015

"Sejak menikah, Mas baru satu kali beli sandal loh" Kata suamiku. Dari kalimat tersebut, tersirat sekali kalau dia lagi nyindir aku yang bolak balik beli sandal. Ya, usia perkawinan kami memang sudah melangkah ke tiga tahun, jadi jangan tanyakan berapa banyak sandal yang sudah kubeli dan keberadaannya sekarang entah di mana. Sedangkan suamiku, ia hanya memiliki satu sandal main dan satu sandal untuk acara-acara formal. 

Apakah itu wajar? Bagiku iya. 

Pembelaanku sebagai perempuan adalah: 
Perempuan terkhusus itu nggak cukup punya satu sandal atau dua sandal. Aku sendiri butuh sandal untuk ke resepsi, ke acara formal, main, hangout dll. 

Saat ke resepsi, biasanya aku memakai wedges karena gaunku yang panjang. Wedges itu pun kadang-kadang kupakai ke acara-acara tertentu. Tapi kan nggak mungkin banget aku hangout ke mal, atau ke pantai pakai sandal tinggi, bukan? Nggak nyaman banget keles. 

Makanya untuk main ke tempat-tempat tertentu, aku membutuhkan sandal yang semi formal. Juga nggak banget kan, kalau aku ke mal pakai sandal jepit 'Swalow', meskipun ya pernah juga kulakukan karena terpaksa. Atau, aku ke resepsi pakai sadal jepit dengan gaun panjang? Oh no. Sandal jepit begitu, biasanya sangat kubutuhkan ketika ke warung, pasar, atau mengunjungi tetangga. Jangan bayangkan, aku ke pasar tradisional dengan menggunakan sandal hak tinggi ya? Itu bakal diketawainlah. Kecuali emang karena mampir dari pulang ke mana gitu. 

Sedangkan laki-laki. Sebenarnya satu sandal saja cukup kok. Misalnya sandal yang semi formal. Mau ke resepsi, acara formal, atau main, sandal macam apapun oke-oke aja sih. Kecuali kalau dia hanya memiliki satu sandal jepit loh, ya perlu dipertimbangin kalau mau ke resepsi atau acara formal (Yang tinggal di kota). 

Jadi tahu kan bedanya? 

Ini memang hanya pembelaan personal sih. Tapi cobalah dilogika. Jangan banyak protes kalau tahu perempuan punya banyak koleksi sandal. Bahkan ada loh, yang setiap warna baju memiliki sandalnya sendiri-sendiri. Tapi coba bayangkan, kalau laki-laki meniru gaya kami. Ketika pakai baju kuning, si laki-laki itu memakai sandal kuning. Pakai baju pink, sandalnya juga pink. Begitu pun warna-warna yang lain. Ih, karena nggak umumnya gitu, jadi ya aku sendiri merasa aneh. 

Tapi tolong deh, jangan banyak protes atau nyinyir dengan kebiasaan yang sudah kadung dianggap wajar ini sama perempuan terkhusus. Aku sendiri, merasa bahwa membeli sandal itu kebutuhan karena mempertimbangkan fungsinya. 

Aku butuh sandal jepit karena berfungsi ketika ke kamar mandi, pasar, atau ke warung. Aku beli sandal gunung, karena fungsinya yang nggak mungkin pakai sandal tinggi di dataran tinggi. Dan sebagainya. 

Kalau mau iri-irian, sana deh beli wedges buat lari maraton di pegunungan. Nyuksep iya deh. 

Kalau soal kenapa bolak balik beli sandal dan rusak. Alasanku pribadi karena memang belinya yang murahan. Aku sadar kalau perempuan terkhusus butuh banyak sandal yang disesuaikan untuk beberapa kebutuhan. Makanya daripada tambah dikomentarin macem-macem, aku belinya yang murahan. Kalau ternyata belum mencapai satu tahun udah jebol, masa aku harus nyalahin sandalnya, penjualnya, atau dompet yang nggak mampu mencukupi harga tinggi sepasang sandal?

Plis deh. 

Tapi, sebenarnya aku pernah loh, kemana mana cuma pakai sandal jepit warna ungu. Pakai baju warna merah, kuning, hijau, biru atau apapun, sandalnya tetep warna ungu. Ke mal, ke kantor suami, main, ngopi, dll yang semi formal, pakainya tetep sandal jepit. Untung aja sih, aku nggak nekat ke resepsi pakai sandal jepit. Kalau sampai nekat, kan nggak cuma aku yang malu, tapi juga suamiku yang kesannya nggak mampu beliin aku sandal. Iya kan? (Eh, ralat. Suamiku sih nggak bakal malu. Lah dia sendiri nggak tahu kok, apakah penting kalau setiap sandal perempuan itu harus disesuaikan menurut fungsinya. Dia sih cuek cuek aja aku mau pakai sandal kayak gimana. Asal sandalnya nggak putus, dia nggak bakal komentar. Apakah aku perlu seneng dengan kepribadiannya? Yes. Im happy. Seenggaknya, dia nggak perlu tahu bagaimana nelangsanya aku ketika memarkir sandal di sebuah pertemuan, dan sandalku itu satu-satunya yang beda dari yang lainnya.)

Tapi aku nggak mau mengalami kesedihan itu lagi. Makanya setelah punya duit sendiri, aku merasa butuh beli sandal macam-macam. Meski suami ngomentarinnya aku boros, tapi coba dia mengerti bahwa sebenarnya ini adalah usaha untuk menjaga kehormatan kepala rumah tangga. Apakah aku salah? 

Tulisan Terkait

5 komentar

  1. Jadi laki-laki lebih hemat yah mba :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau soal sandal (menurutku) emang (harusnya) hemat. Tapi beda beda orang juga sih hehe

      Delete
  2. engga mecing ya kalau ke mall pake sandal jepit terus ke pasar tradisional pake hak tinggi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tergantung orangnya juga sebenarnya. Kalau ke pasar tradisional pakai hak tinggi nggak jadi kepeleset, ya sah sah aja. Intinya kalau aku pilih nyamannya aja.

      Delete

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....