Skip to main content

Resep Membunuh Jamur di Lemari Serbuk Kayu

Pernah nggak sih mengalami perasaan jijik yang iyehhh banget pas melihat lemari pakaianmu dipenuhi jamur?

Saya pernah. 

Baru beberapa bulan dibeli, lemari kayu saya sudah dipenuhi jamur. Antara jijik, jengkel, ada juga rasa menyesal karena nggak percaya sama suami sendiri. Coba nggak beli lemari serbuk kayu, kejadiannya pasti nggak bakal kayak gini. 
"Salahnya Adik sih, nggak mau dengerin pendapat Mas" begitu kata suami. 

Dia memang sempat nggak setuju saya beli lemari kayu di toko furniture. Penginnya dia, kami mendesain lemari sendiri, lalu membawa desain tersebut ke tukang kayu. Selain bakal awet, kan desainnya sesuai dengan keinginan hati. Tapi saya menolak. Ribet dan lama jawab saya waktu itu. (Sebenernya, kalau tahu bakal berjamur begini, sumpah deh, saya mendingan ribet di awal tapi nggak repot di kemudian hari).

Tapi kan semuanya sudah telanjur. 
Nggak mungkin juga, kejadian beberapa bulan lalu bisa dicancel. Pada akhirnya, SEKARANG kami tetap harus menghadapi jamur-jamur yang menggila ini. 

Awalnya, saya pikir jamur-jamur tersebut tumbuh akibat dinding kamar yang lembap. Pasalnya, letak lemari kami memang tepat di samping kamar mandi. Maka, dengan teori seadanya, saya membeli plastik untuk menutupi bagian belakang lemari. Setelah dipasang, kami memberi jeda antara lemari dan dinding kamar. Tapi hasilnya sama saja. Jamur yang sempat saya hilangkan dengan kapas, kembali tumbuh subur. 

Lalu, teori kedua pun muncul di kepala saya: bagaimana kalau memindah posisi lemari? Dengan posisi yang tidak berdekatan dengan kamar mandi, pasti jamur-jamur tidak akan hidup. Tapiii, setelah beberapa hari dipindah, nyatanya teori ini pun gugur. 

Maka, dengan semangat bahwa Einsten saja butuh ratusan kali gagal untuk mencapai keberhasilan, maka saya kembali 'menggusruk' jamur-jamur sialan tersebut dengan minyak kayu putih. Ya, minyak kayu putih. Melihat aksi saya, suami cuma bilang "Emang lemarinya masuk angin, digosok pakai minyak kayu putih?" Hah? Asem!

Selang beberapa hari, ternyata minyak kayu putih ini memang nggak mempan sama sekali menghalangi kehidupan para jamur. Apakah ini artinya kami harus berdamai dengan mereka? Oh nooooo!

Melihat saya frustrasi, suami akhirnya menyarankan untuk membeli alkohol. Dia bilang sudah browsing di internet tentang cara mengatasi jamur kayu serbuk. Ya, pakai alkohol. Saya pun menurut.

"Mabok dan mampuslah kau heii jamur-jamur" batin saya ketika mengusapkan alkohol 75% ke lemari pakaian yang dipenuhi jamur. Meski nggak yakin, tapi saya tetap berharap hasilnya akan berbeda dengan teori teori saya sebelumnya. 

Daaan, yaaaah. Alkohol 75% pun rupanya masih mental bagi jamur-jamur ini. 
Teman saya kemudian menyarankan untuk memakai AC di dalam kamar, "Full AC 24 jam aja" katanya. Apa? AC? Bisa saya yang perlu digosok pakai minyak angin dong tiap hari. Bukan ide yang brilian. 

Lalu suami berkata "Coba pakai alkohol yang 90%". 
Duh, alkohol lagi? Nggak ada cara selain alkohol ya? Kan pakai alkohol sudah gagal, masa mau mengulangi kegagalan dengan teori yang sama. 

Tapi suami bersikeras untuk mencoba teorinya itu (Ralat, teori yang diadopsi dari teori orang lain). Karena saya malas, maka saya menyerahkan sepenuhnya pada dia. Mulai dari beli alkohol 90% sampai dengan menggosok lemari  berjamur itu. 

Hasilnya?
Huwaaaa amazing ... jamur-jamur tersebut minggat dan tidak kembali muncul setelah hampir sebulan ini. Saya enggak ngerti, apakah ini efek alkohol 90% atau tangan suami saya yang ampuh. Tapi, saya bener-bener perlu berterima kasih sama dia. 

Jadi, buat kamu yang lagi frustrasi dengan jamur-jamur di lemari serbuk kayu, coba deh pakai alkohol 90%. Selamat mencoba. 

Pliss, jangan pernah membayangkan jamurnya segede ini. Kalau segede ini sih, bisa saya masak. 


Comments

  1. Aku juga mengalami mak, kabinet kecil tempat baju anak, jarang aku buka, eh begitu dibuka ternyata penuh jamur. yang bawah sendiri malah udah hampir jebol dimakan itu jamur.. Mana baunya ga enak pula.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, emang beneran nggak ngenakin ya berurusan sama jamur. Pas saya tahu lemari banyak jamurnya, yang kebayang adalah baju-baju favorit yang bakalan nggak layak pakai lagi. Tapi alhamdulillah semuanya udah beres.

      Delete
  2. Salam kenal Mak. Veri nice tips nih. Lemari bajuku yang di Manado begini semuah hu hu. Padahal lemari baju berbahan sama yang di kampung halaman no problemo. Nggak ada jamurnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga Mak. Huwaa, suhu udara di dalam ruangan juga pengaruh kan ya Mak, meski bahan lemarinya sama. Jadi mau nggak mau emang kudu cari solusi.

      Delete
  3. Aku juga punya mak... Sebel klo dah putih2 gtu... Beneran jamur ga balik? Biasanya aku semprot pake pledge itu mb....tp bbrp minggu balik lg. Palagi klo pas msm hujan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini sudah sebulan si Mbak, jamurnya nggak balik. Biasanya seminggu aja udah nongol lagi tu jamur.

      Delete
    2. terimakasih ibu tika atas saranannya, semoga saya bisa menghilangkan jamur jamur yg nempel pada lemari serbuk kayu..

      Delete
  4. Iya maak, terutama kalo tematnya lembab mesti deh timbul putih 2 gitu. Jadi pake alcohol ya, bisa dicoba nih. Thanks tipsnya maak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dicoba aja Mak, moga berjodoh dan jamur kabur selama-lamanya hehehe

      Delete
  5. Aku dulu bingkai foto mak...
    Berjamuar gitu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya boleh ketawa kan yah? Hahaha, baru kali ini loh denger kalau bingkai foto juga bisa diserang. Tapi emang sih. Bingkai foto kan ya banyak yang terbuat dari kayu serbuk :))

      Delete
  6. Bisa tahan berapa bulan Mba tg alkohol 90%?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku ndak tahu pasti ya, Mas, mungkin sekira setengah tahunan.

      Delete
  7. pakailah zat anti bubuk, dan silica kayu, pasti aman dari serangga dan jamur

    ReplyDelete
  8. untuk menghindari jamur di lemari pakailah silica gel dari antikutudotcom

    ReplyDelete
  9. Alkoholnya merk apa ya mbak.. Tolong info dong . .

    ReplyDelete
  10. bu Tika....setelah di gosok ama alkohol. Tunggu kering bbrp hr ato bs lgs dipakai lagi ya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....

Popular posts from this blog

Jangan Berharap Lebih di Malam Kami Makan

Makan malam berdua terasa seperti istilah asing; yang butuh dipahami, meski berat dijalani.  Tapi, akhirnya kesempatan itu datang juga.  Malam ini suami pulang lebih awal. Aku pikir, m akan malam berdua di saat anak tidur, mungkin bisa kayak pacaran lagi? Ciyeee ciyee.  Tapi tunggu dulu! Aku buru-buru membuka kulkas. "Lah kok cuma ada telur dan tempe?" keluhku yang bagai perempuan tak tahu bersyukur.  Hufttt. Mau bagaimana lagi? Pupuslah harapan untuk bisa menyuguhkan masakan yang aneh-aneh tapi instagramable. Aku kan anaknya suka pameran. Maka, demi menolong egoku yang kadung menanjak, kupinjam semangat menu gizi seimbang, di mana tempe goreng jadi protein nabati, telur dadar sebagai protein hewani, kremesan, sambel terasi, lalapan timun dianggap sayur mayur yang hijau royo-royo, dan tentu saja, karbohidratnya tetep nasi. Nggak cucok kalau diganti roti, apalagi ubi ungu. Meski keduanya termasuk karbohidrat.  Sebelum mulai dinner berdua (ceileh bahasanya

Harus Ya, Dok, Njelasinnya Serem Gitu?

Awal bulan April 2015, saya dan suami melangkah penuh harap menuju gedung RS pusat Jogja.  Dalam tas sudah saya siapkan biskuit dan air putih untuk cadangan kalau benar antrenya bakal panjang. Sebenarnya, ide berbekal ini adalah saran dokter DP dari RS awal biar kami tetep konsentrasi. Waktu itu, setelah urusan isi mengisi formulir di bagian pendaftaran selesai, sampailah kami di lokasi tujuan : Poli THT.  Saya menyuruh suami duduk di kursi tunggu pasien dan meminta dia mendengarkan kalau-kalau namanya dipanggil. "Ade mau ke toilet dulu." Kata saya.  Ya, ampun. Padahal gedungnya bagus, tapi toiletnya (bagi saya) bener-bener nggak layak jadi cermin RS pusat. Udah lantainya kotor, tisu habis, dan kloset duduknya juga licin kayak nggak pernah dibersihkan. Bayangin coba, di rumah sakit kan tempatnya orang sakit. Gimana ya kalau toilet macam itu malah jadi media penularan penyakit dari pantat satu ke pantat lainnya. Hih, kalau nggak kepaksa banget pasti saya ogah pakai toil

Duh, Gendang Telinga Saya Pecah ...

Seminggu yang lalu, telinga kiri saya terbentur keras sekali. Rasanya memang tidak terlalu sakit, tapi sekian detik dari kejadian itu, dunia berubah jadi sunyi. Begitu aneh. Sebab rasanya seperti sedang berada di kampung sepi pada dini hari. Tanpa ada suara, hingga dengungan telinga jadi terdengar amat jelas. (Saya lantas ingat, kok pendengaran ini persis seperti adegan tuli sesaat di film 5CM ketika Pevita Pearce terjatuh-berguling dari lereng Mahameru. Ah, ada ada saja.) Kalau Pevita Pearce bisa seketika mendengar lagi, berbeda dengan saya. Di hari pertama kejadian, saya merasa sangat terganggu dengan kondisi pendengaran yang timpang begini. Membedakan suara mesin mobil dan motor saja tidak bisa. Itulah kenapa rasanya saya pengin sekali marah kalau ada bunyi-bunyian mesin. Saya frustasi. Telinga saya terasa penuh, dan membuat  suara apapun sulit dianalisis.  Lalu saya jadi ingat perkataan seorang teman yang bisa dikatakan sebagai aktivis pembela difabel, dia bilang "Terk