Tradisi "Resik Makam" Para Leluhur

by - July 27, 2015

Setelah merantau jauh dari kampung halaman, momen ziaroh menjelang Ramadan sudah enggak pernah saya lakukan lagi. Gimana mau "resik makam" leluhur sebelum punggahan kalau mudiknya aja selalu mepet Lebaran. Padahal, di Cisuru-Cilacap, menziarahi leluhur ramai dilakukan menjelang puasa. Kami percaya bahwa saat Ramadan tiba, roh-roh leluhur akan diangkat Gusti Allah naik ke atas, maka itu disebut punggahan. Berasal dari bahasa Jawa, munggah, yang berarti naik. 

Berbeda dengan tradisi suami saya. Di kampungnya, Babalan-Demak, pesarean justru ramai dikunjungi sehari sebelum Lebaran. Biasanya, masyarakat berbondong-bondong menuju pemakaman selepas asar. Jika di Cisuru biasanya kami membawa kembang 7 rupa yang ditaburkan di atas pusara, di Demak beda lagi. Mereka membawa tanaman (yang saya enggak tahu namanya, tapi mirip lalapan kemangi yang dijual di pasar) untuk ditancapkan di atas pusara. Beruntung jika tanaman tersebut nantinya akan tumbuh. 

Saat pertama kali mengunjungi sarean di kampung suami, saya bertanya perihal sedikitnya makam yang ada di sana. Jawabannya mengejutkan. Kata dia, pemakaman di sana pernah terkena abrasi sehingga banyak makam yang hilang. Kebayang enggak sih: makam kena abrasi?

Kalau di kampung saya, setiap makam biasanya dikijing agar tidak hilang dan lebih mudah dikenali anak cucunya. Ritual ngijing-nya pun pakai acara slametan segala. Sedangkan di Demak, makam yang dikijing dan diberi atap justru hanya makam para kiai dan ulama. 

Saya sempat bertanya, kenapa enggak semuanya?
Suami lalu menceritakan alasan yang dipercaya masyarakat sana bahwa makam yang dikijing kelak akan menjadi kerikil ketika tersandung dajjal. Kerikil tersebut dijadikan bola yang ditendang ke sana kemari. 

Lalu kenapa kiai dan ulama makamnya tetap dikijing? "Yang ziarah kan bukan hanya keluarganya. Tapi santri-santrinya juga. Makanya dikijing biar mudah ditemukan." kata suami tanpa membahas dajjal lagi. 

Jadi kalau di Demak, kelihatan sekali lah mana yang makam orang biasa dan mana makamnya penyebar agama. 

Bagaimana tradisi di tempatmu? 
Kalau di bagian daerahnya mbah saya, di Ciseru-Cilacap, mereka malah percaya kalau para leluhur yang dinaikan Gusti Allah pas punggahan akan turun kembali ketika Lebaran. Itulah kenapa mereka menyiapkan sesaji di masing-masing rumah. Katanya kasihan kalau leluhurnya pulang enggak ada makanan. 

Tiap daerah emang memiliki tradisinya sendiri-sendiri ya. Beruntung sekali buat kita yang masih punya tradisi dan mau mengenalnya. 

Tulisan Terkait

0 komentar

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....