• HOME
  • BIBLIOGRAFI
  • REVIEW BUKU
  • PENULISAN KREATIF
    • Artikel/Tips
    • Cerita Pendek
    • Fiksi Abu-Abu
    • Puisi
  • EJAAN-PENULIS
  • STORIES
    • Anak
    • Anything
    • Event
    • Komunitas
    • Kuliner dan Wisata
    • Produk
    • Tokoh
  • EJAAN-PENULIS
  • TENTANG SAYA
    • Biodata
    • Editor Buku
    • Jasa Penulisan Buku
Powered by Blogger.

Jurnal Tikah Kumala

Memahat sejarah, mengarsip kisah-kisah.


Di atas ranjang kami sendiri, tiba-tiba ia bahas soal poligami. Ia—suamiku sendiri itu—sekali-kalinya aku diajaknya bicara justru perkara yang kerap jadi neraka. Perkara seserius ini, pertama-tama ia gelar di atas ranjang kami dengan keheranan yang berlebih-lebihan.

“Temanku itu, Sayang, heran aku pada ceritanya. Ia bilang padaku dengan bangga bahwa istrinya mengizinkan poligami. Pantaskah kebanggaannya itu? Bagaimana dengan istrinya?”

Belum sempat kutimpali, ia melanjutkan lagi, “Betul-betul sulit kupahami. Ia biarkan istrinya memelihara pikiran semacam itu. Dan ia sendiri justru bangga.”

Lantas aku bertanya-tanya tanpa suara: kan tak semua bisa kendalikan pikiran orang lain, sedang pikirannya sendiri kadang juga sulit dimengerti. Dan yang keluar dari mulutku adalah: memelihara pikiran semacam itu, apa maksudnya, Mas?

“Poligami, Sayang. Istrinya bersedia memberi izin poligami, memelihara pikiran semacam itu, seperti semua bukan suatu soal yang tidak bakal jadi masalah nantinya. Coba pikirkan, ber-po-li-ga-mi. Tidakkah ia pikirkan bagaimana nasib anak-anaknya? Harta, cinta, kasih sayang, dan segala-gala harus dibagi. Dan pasti, pembagian itu tidak mungkin bisa adil. ”

Tentu ada alasannya, Mas, jawabku. Seseorang mau dimadu, bisa saja karena tertekan, atau berada dalam situasi yang membuatnya harus memilih jalan semenyakitkan itu.

“Tidak, tidak, istrinya tidak tertekan. Juga tidak ada yang menekan,” jawab suamiku buru-buru. Tahu betul kiranya kau ini, Mas?

Lalu apa alasan si suami harus berpoligami?

“Tidak ada alasan. Maksudku, sejauh ini dia toh belum berpoligami. Entah apa alasannya. Aku juga tidak tahu pasti, apakah hanya wacana atau benar-benar sudah ada niatan.”

Barangkali rumah tangga mereka tidak bahagia?

“Bukan-bukan. Mereka kukira cukup bahagia. Mungkin ini hanya bentuk ketaatan seorang istri.”

(Ketaatan? Ya-ya, setiap lelaki tentu mengharap-harap istri yang taat sekalipun diberi kesengsaraan dan menjadi hina dina karena suaminya sendiri. Ketaatan begini macamkah yang mesti diterima perempuan? )

Sebenarnya, temanmu itu, Mas, siapa orangnya?

Ia tidak menjawab. Tidak juga menyebutkan satu nama pun. Tapi kemudian ia perbaiki percakapan ini dengan sekali lagi penekanan, “Mungkin ini cuma wacana.”

(Ya, bisa saja ini semua cuma wacana. Ini semua cuma wacana. Ini adalah wacana. Semua khayal dan opini-opini kita adalah wacana. Bukankah kau sendiri ingin tahu pendapatku tentang poligami, tanpa—tentu saja—berwacana, jika kelak ada dalam kepalamu istilah poligami itu. )

Jika kisah temanmu itu boleh kubikin cerita sendiri, Mas. Demikian;

Suaminya amat baik. Tak ada satu pun cela yang diperbuatnya. Laki-laki baik, yang kurang beruntung karena terlalu membosankan bagi perempuan. Hidupnya monoton. Membikin istrinya kurang bergairah.


Lelaki sebaik itu, kiranya alasan apa yang tepat untuk dapat ditinggalkan. Jika hanya perkara bosan, posisi perempuan di negeri ini, Mas, jika cela sedikit saja bakal sampai mati dipandang rendahan.

Untung saja perempuan itu bernasib baik. Tiba-tiba suaminya berwacana tentang poligami. Hanya wacana. Tapi ia tanggapi wacana itu dengan positif. Seakan-akan luas benar hatinya. Perempuan berpikiran terbuka, bijaksana, taat pada suami. Tanpa siapapun tahu, bahwa sebenarnya ia sendiri hanya tengah bersandiwara, mencari alasan untuk melimpahkan kutukan paling buruk sebagai pasangan yang tidak setia. Lelaki malang itu, karena kemalangannya, akan dikutuk dan dihujat lantaran memadu istrinya yang baik. Pasangan yang tidak setia, tentu saja boleh ditinggalkan untuk selama-lamanya.  Begitukah, Mas?

“Ngeri! Aduh! Ngeri betul isi kepalamu itu, Sayang. Aku tidak pernah membayangkannya. Ngeri! Ngeri!” Lalu ia pergi. Dan dalam hatiku berbisik, kan kau tak pernah tahu Mas, kenyataan bisa lebih mengerikan dari sekadar cerita-ceritaku yang sesederhana ini. Kenyataan yang bisa kubikin-bikin dari ceritaku sendiri.


*Iki fiksi loh, ojo serius-serius. 
Share
Tweet
Pin
Share
5 komentar
Setiap orang (ada kalanya) tak mampu menyimpan sendiri kegelisahan-kegelisahan yang meresahkan isi kepalanya, sehingga kemudian mereka butuh berbagi, bersuara, dan menuliskannya. Saya sendiri menganggap aktivitas menulis sebagai salah satu cara untuk berbagi dan mengutarakan apa-apa yang terpenjara dalam dada. Untuk itulah saya menuliskan banyak hal di blog ini--hal-hal remeh temeh yang terkadang hanya semacam "eek" ketika saya mules-mules menghadapi dunia. Namun, (jika sedang waras) saya  juga menulis perkara serius berbumbu doa paling sederhana dengan harapan dapat menjadi obat mual seseorang yang merasa tengah menjalani hidup laiknya rollercoaster. 




Berangkat dari tujuan yang sama, sekira 20 orang datang ke Rumah Kreatif Jogja pada 22 Februari 2017 untuk mengikuti kelas blogging bertajuk "Mewarnai Indonesia". Kelas ini digagas oleh Elizhabet Elza dan Pojok Duta Damai untuk memfasilitasi orang-orang yang ingin belajar membuat blog, menulis, dan mendalami dunia blogging. Setiap peserta yang datang rata-rata memiliki alasan menulis di blog yang berbeda-beda. Ada yang mengantungi alasan ingin mengabarkan aktivitasnya di komunitas sosial. Ada peserta, yang seorang tuna daska, ingin membuat blog untuk menyuarakan suara penyandang difabel. Ada juga yang datang untuk belajar memperbaiki kualitas blognya, sekaligus temu kangen sesama blogger. 




Acara ini memang terkesan sederhana, tapi menjadi spesial karena memiliki manfaat yang tidak biasa. Selain didukung Diskominfo DIY, Dinas Pariwisata Sleman, DeMata Trick Eye Museum dan tentunya Rumah Kreatif Jogja, peserta yang datang tidak dipungut biaya sepeser pun. Maka dengan semangat berbagi itulah, kelas blogging gratis asuhan Pojok Duta Damai ini sukses terselenggara di putaran pertama. Rencananya, acara "Mewarnai Indonesia" akan rutin diagendakan setiap sebulan sekali. 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Buku Baru Saya

Buku Baru Saya

Popular Posts

  • Babymoon di Gallery Prawirotaman Hotel?
  • Jangan Berharap Lebih di Malam Kami Makan
  • Tiga Nama Palupi yang Kece Badai dalam Hidupku

Member Of

Member Of
Blogger Perempuan

Arsip Blog

  • ►  2019 (1)
    • ►  April (1)
  • ▼  2017 (7)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ▼  March (2)
      • Poligami di Ranjang Kami
      • Mewarnai Indonesia: Kelas Blogging Gratis Asuhan P...
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (14)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (4)
  • ►  2015 (51)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (6)
    • ►  July (4)
    • ►  June (5)
    • ►  April (14)
    • ►  March (6)
    • ►  February (1)
    • ►  January (7)
  • ►  2014 (37)
    • ►  December (4)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ►  August (2)
    • ►  May (8)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (14)
  • ►  2013 (19)
    • ►  November (1)
    • ►  October (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (7)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2012 (33)
    • ►  December (5)
    • ►  November (3)
    • ►  October (5)
    • ►  September (6)
    • ►  August (2)
    • ►  July (12)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates