Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2013

Merdeka seperti apa, katamu?

Meskipun katanya negeri ini telah merdeka dari penjajah, tapi kupikir lagi, apanya yang merdeka? Tanah di sini masih dikuasai.  Ada sebuah rumah kontrakan dengan halaman luas, yang kupikir itu juga rumahku sendiri. Rumahku sendiri (catat). Aku hidup di antara bunga-bunga, di perumahan yang sepi saban siangnya. Tentulah bunga-bunga sangat bahagia karena mendapat cukup air, cahaya dan ditempatkandi pot-pot bagus. Sudah kupastikan, pastilah mereka mati jika tak ada lelaki yang saban pagi itu merawat mereka.  Namun, kehidupanku--ingat--tak butuh siapapun membantunya. Ya, hanya kepada Tuhan aku meminta hidup. Maka hujan turun, dan girangnya aku bukan main. Aku memang tak butuh siapapun untuk hidup, tapi kenapa mereka mengusikku?  Percobaan pembunuhan itu setiap minggu dilakukan. Rasa-rasanya, mereka benci sekali melihatku hidup.  Ya, tentu saja ini ada hubungannya dengan tanah yang belum merdeka. Persetan Indonesia merdeka, sedang di tanah seluas enam kali tiga

Beranikah Anda Donor Darah?

Sungguh. Cerita ini tidak bertendensi untuk pamer moral. Aku menuliskannya demi mengarsip setiap hal yang menarik bagi diri sendiri. Semacam curhat.  Ya, akhir-akhir ini, status seorang teman sering muncul di timeline facebookku. Dari sekian tema yang ia tulis (mungkin kebetulan saja tulisan yang kubaca) tentang donor darah. Aku mengira-ira bahwa mungkin sekarang ia tergabung dengan organisasi pecinta donor darah. Aku tidak tahu pasti, yang jelas aktivitas yang ia lakukan sangatlah baik.  Ia juga penulis yang baik. Banyak hal yang ia bagi di catatan-catatan pendeknya tentang seberapa penting darah bagi seseorang yang membutuhkan. Aku tahu, mungkin banyak program lain yang aku tidak tahu dan dilakukan aktivis-aktivis semacam dia selain soal donor darah. Dan, sebagai penulis (mungkin) ia memilih dengan caranya sendiri. Satu dari sekian cara yang ia lakukan, adalah rajin berkisah di facebook.  Tulisannya itu sangat menyentuh dan menginspirasi; tentang tolong menolong,

Suatu hari yang 'ehem'

Pukul empat sore, suamiku mengabari akan terlambat pulang kerja. Aku keberatan, tapi tidak sampai hati terucapkan.  Aku tak boleh egois dengan memaksanya cepat pulang. Meski rindu membuncah. Ya, selalu ada rindu yang terlalu terburu-buru setiap kali akan berpisah. Besok ia akan keluar kota selama lima hari. Tidak bisakah pulang lebih cepat, supaya ada waktu lebih panjang untuk bersama-sama?  “Banyak yang harus dipersiapkan untuk besok di sini, Dik. Maaf,” katanya. Lalu komputer kumatikan, aku keluar kantor tanpa semangat. Jarum speedometer Casimira menunjuk titik merah. Casimira—motorku—mungkin akan kehabisan bensin di jalan. Ah, malas sekali rasanya berhenti di pom. Maka kunaiki saja Casimira.  Sepanjang jalan perasaanku tidak keruan. Aku ingin menyusul suamiku ke kantornya. Barangkali nanti akan ada makan malam romantis di sana? Siapa tahu, kan? Aku tersenyum-senyum sendiri membayangkannya.  Tiga lampu merah sudah kulalui. Sial, gara-gara melamun Casimira me