Tangan saya mendadak dingin dan detak jantung memburu ketika ada panggilan dari nomor yang tertulis "Calon Ibu Mertua". Wah ada apa ya? Harus ngomong apa nih? Duh, perasaan malah deg-degan banget. Padahal, beberapa hari lagi, beliau toh akan resmi jadi ibu saya. Ibu, karena saya dinikahi oleh anaknya. Tapi sumpah, saya grogi. Soalnya, selama pacaran dengan anaknya, saya berani telepon juga kalau pas Lebaran doang. Akhirnya, setelah beberapa detik memandangi layar handphone yang kedap kedip, saya memutuskan untuk memencet tombol 'yes'. "Hallo? Nggih Bu, pripun ? (Hallo? Ya Bu, bagaimana?)" jawab saya. "Gimana persiapan di situ, Nduk? bla bla bla" Calon ibu mertua saya ini memang lebih sering telepon untuk mengecek kesiapan pernikahan saya dengan anaknya. Atau? Bisa jadi bukan itu yang utama. Tapi, lewat telepon itulah, barangkali saja sebenarnya beliau ingin membuat hubungan kami menjadi lebih akrab. Sedangkan saya? Ah, dite
Memahat sejarah, mengarsip kisah-kisah.