Skip to main content

Serunya Ngetrick Mata di Museum De Mata De Arca Yogyakarta

Entah kenapa, kalau saya pergi ke museum kok ya suka terbayang-bayang film Night At The Museum. Itu loh film komedi-fantasi yang tokoh utamanya diperankan Ben Stiller, sebagai penjaga malam di American Museum of Natural History. Kayaknya sih asyik sekaligus serem kan kalau benda-benda di museum bisa hidup dan berinteraksi dengan manusia. Kali aja ya, mengunjungi museum bisa sekaligus guyonan dengan tokoh-tokoh bersejarah yang telah mendahului kita. Seandainya iya, apa ya kata mereka tentang Indonesia yang sudah sedemikian memprihatinkan ini? Apakah mereka akan menangis sedih, atau malah tertawa sinis sambil berkata, "Piye Le, esih enak zamanku to?" 


Foto oleh Ardiba Sefrienda (Ig: @ardibars)

Ah, hentikan semua imajinasi lebay itu. Sebab kenyataannya, kebanyakan orang justru membayangkan museum adalah tempat paling tepat untuk mengarsip mantan pacar, benda-benda bersejarah, koleksi kuno penuh debu, di mana ruangannya pengap, dan ditunggui oleh penjaga berkepala uban. Itulah gambaran museum Indonesia yang barangkali juga ada di pikiranmu? Kenapa demikian? Karena selama ini, nyaris sebagian besar museum kita isinya tak jauh beda. Maka tak heran jika orang akan lebih memilih destinasi lain ketika diajak piknik ke museum. 

Sebenarnya persepsi mengenai museum yang membosankan pernah juga mendarat di kepala saya. Rasanya, kalau sudah pernah sekali datang, ya sudah tidak ada ketertarikan untuk kembali berkunjung. Paling-paling isinya sama saja, maka orang akan berseru, "Ah wis tau!"

Namun persepsi itu akhirnya patah ketika saya masuk ke De MATA Trick Eye Museum. Sebuah museum 3D pertama di Yogyakarta yang mulai beroperasi 22 Desember 2013  dan berhasil mengundang ribuan mata pengunjung. 


Foto milik Manda  (Ig: @imasatrianto)

Mula-mula, sebelum menikmati sendiri keseruan di dalamnya, saya memandang museum ini sekadar tempat narsis yang pengunjungnya pasti dedek-dedek gemes maniak foto. Jadi, apa menariknya foto dengan gambar 3D? Cuma ngetrick mata pakai latar foto pasti kan gampang. Nah rupanya di sinilah tantangannya. Tidak semudah itu loh berakting pas sesuai sama latar yang dipilih. Kita tetap butuh kemampuan bergaya supaya muncul ilusi optik yang membuat kita terlihat sedang berinteraksi langsung dengan objek pada latar belakang ataupun memunculkan suasana yang hidup. 


Foto oleh Manda  (Ig: @imasatrianto)

Lalu ada apa aja di  De MATA Trick Eye Museum?
Museum yang sengaja hadir untuk memanjakan penyuka foto ini menyediakan tiga wahana. 
  1. De MATA 1: isinya ratusan foto 3 dimensi. Ini merupakan wahana pertama yang dibuka tahun 2013. Waktu itu, karyawan Pak Fx Petrus Kusuma (si owner) hanya empat; dua menjadi guide dan dua lagi di bagian ticketing. Namun dalam waktu tiga tahun, sekarang karyawannya sudah banyak. 
  2. De ARCA: museum ini dibangun pada tahun kedua setelah De MATA 1 beroperasi. Isinya berupa patung-patung fiberglass tokoh Indonesia dan luar negeri yang memiliki prestasi dan patut menjadi teladan. 
  3. De MATA 2: ini merupakan museum terakhir yang dibangun. Isinya adalah foto 3 dimensi, 4 dimensi, ilusi cermin & foto kostum. 
Berapa harga tiket masuknya?
Tiket masuk De MATA De ARCA cukup bervariasi:
Harga Weekday
  • Pukul 10-15, harga De MATA 1: Rp 30.000, De MATA 2: Rp. 25.000, dan De ARCA Rp. 35.000. Jika sepaket menjadi Rp. 85.000
  • Pukul 15-22, harga De MATA 1: Rp 40.000, De MATA 2: Rp. 30.000, dan De ARCA Rp. 50.000. Jika sepaket menjadi Rp. 100.000
Harga Weekend dan hari libur nasional:
  • Pukul 10-22, harga De MATA 1: Rp 60.000, De MATA 2: Rp. 40.000, dan De ARCA Rp. 60.000. Jika sepaket menjadi Rp. 120.000

Spesialnya, bagi yang ulang tahun pada tanggal kunjungan, bisa FREE masuk loh. 

Lihat ini adalah foto kostum saya bersama teman-teman blogger Jogja yang kebetulan tanggal 17 November 2016 janjian piknik bareng. Untuk harga sewa kostum dan paket foto bisa langsung tanya di lokasi ya. Atau bisa juga menghubungi kontak yang saya cantumkan di bagian akhir tulisan ini. Soalnya paketnya banyak. 
Foto oleh fotografer museum

Nah, Mengingat biaya yang harus kita keluarkan ini termasuk middle up, sebaiknya sih sebelum berkunjung perhatikan tips berikut. 

  • Berkunjunglah di hari aktif, Senin-Jumat. Mengingat pengunjung setiap harinya bisa mencapai ribuan orang, maka pas weekday relatif lebih longgar untuk dapat menikmati setiap wahana dengan bebas. Dan, biasanya bagian manajemen akan melakukan sistem tutup buka loket ketika pengunjung dalam museum sedang full. Jadi kalau kita datang saat loket tutup, tunggulah 30 menit. Setelah pengunjung dirasa berkurang, loket pasti akan kembali dibuka. 
  • Jangan datang sendirian. Bawalah teman atau keluarga untuk juru potret kita. Soalnya mengambil gambar dengan teknik selfie belum tentu hasil fotonya maksimal loh. Ingat, kita kan mau berfoto dengan karya seni 3, 4, sampai 5 dimensi. Maka, pengambilan foto yang kurang tepat tentunya akan memengaruhi efek yang ditimbulkan. Sebenarnya di sana tersedia guide yang bisa dimintai tolong memotret, gratis pula, tapi mereka tidak selalu available mengikuti perjalanan kita kan? Jadi bawalah partner yang kira-kira pintar mengambil foto. Karena teman saja sebenarnya belum cukup, kalau dia tidak tahu caranya mengambil angle foto yang tepat dan mampu mengarahkan gaya hehehe. 
  • Sediakan kamera dengan memori besar dan baterai yang penuh. Ingat di sana ada lebih dari 200 gambar dan karya seni lain, yang tentunya akan membuat memori kamera kita full. Jangan sampai hasrat berfoto kita terhalang oleh kamera yang mati atau malah sudah penuh sebelum petualangan selesai. 
  • Atur waktu yang tepat. Menikmati museum ini kadang bikin kita lupa waktu. Menurut pihak manajemen sendiri, setiap pengunjung rata-rata akan menghabiskan waktu lebih dari 3 jam untuk menikmati tiga wahana. Nah, jangan sampai jadwal makan dan ibadah kita terlewat dong. 
  • Siapkan mental. Ketika masuk ke museum ini, kita dituntut untuk tidak jaim dan mati gaya. Maka, ekspresikan gayamu untuk mengapresiasi semua karya seni di sana. Selain itu, bagi kamu yang bertugas sebagai juru potret, bersabarlah ketika harus mengulang pengambilan foto berkali-kali karena kami tidak puas dengan hasilnya hahahaha.


  • Reservasi dulu kalau bawa rombongan. Tidak wajib sih. Tapi buat kamu yang datang dari jauh dan membawa rombongan satu kelurahan, mending reservasi dulu supaya pihak manajemen juga bisa mengatur jadwal masuk kita ke wahana. Kan sayang kalau sudah jauh-jauh datang apalagi waktunya terbatas, tapi sampai lokasi justru pas museum sedang full
Oh ya, sebagai fasilitas, setiap wahana menyediakan free wifi loh. Biar kita bisa langsung mengunggah foto ke sosial media. Selain itu, kita bisa juga belanja souvenir buat oleh-oleh keluarga yang di rumah. 



Ah, rasanya menceritakan museum ini kok ya tak cukup berjilid-jilid. Sudahan saja ya. Jadi, kalau kamu penasaran dengan cerita saya mending langsung ke TKP aja buat membuktikan sendiri. Saya saja ketagihan datang lagi kok. Soalnya setelah pulang lalu memandangi hasil fotonya, hati ini berbisik, "Kok gayaku wagu sih, hahaha, asem!" Apalagi dua bulan sekali selalu ada karya seni yang diganti. Jadi akan selalu ada alasan buat kembali datang ya, ya, Bang :) siapkan uang buat Adik dong. 


Lokasi dan kontak

Alamat De Mata Trick Eye Museum: di XT Square, Jl. Veteran No. 150-151-Yogyakarta
Facebook: De MATA-De ARCA
Twitter: @DeMATA_DeARCA
Website: dematamuseum.com
Instagram:@de_mata_de_arca
Telp: (0274) 380809
Wa: 081327166616

Comments

  1. Kapan2 kesitu lagi...ternyata aku gak punya foto hikz sibuk bwt vidio,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha tapi kan jadi punya video, Kak. Meski ndak ada kamunya ��

      Delete
  2. ih keren banget museumnya, jadi pengen

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Serius, bikin nagih ;) kudu browsing2 contoh gaya dulu di Instagram. Biar ndak mati gaya pas di sana hahaha

      Delete
  3. Instagramable bangt nih dimari

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaaah. Besok ke sana bawa anak dan suami. Gantian jadi tukang poto bagi mereka kwkwkw

      Delete
  4. Jadi pengin berkunjung ke sana deh mbak, museumnya bener2 menakjubkan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayooo Mbak. Jangan lupa bawa partner yang kece buat jadi juru poto dan pengarah gaya. Biar hasil potonya keren. Pokoknya bikin fresh bener sehabis dari sana.

      Delete
  5. Wiiii...aku mau cobain gaya merayap itu ah besoook. Untung suami gak suka pepotoan, bisa puas puasin narsis dimariiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak suka pepotoan asal suka motoin Mak. Suami susah difoto tapi juga suka bete ngladeni aku yang ribet kalau minta difotoin hahaha

      Delete

Post a Comment

Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....

Popular posts from this blog

Jangan Berharap Lebih di Malam Kami Makan

Makan malam berdua terasa seperti istilah asing; yang butuh dipahami, meski berat dijalani.  Tapi, akhirnya kesempatan itu datang juga.  Malam ini suami pulang lebih awal. Aku pikir, m akan malam berdua di saat anak tidur, mungkin bisa kayak pacaran lagi? Ciyeee ciyee.  Tapi tunggu dulu! Aku buru-buru membuka kulkas. "Lah kok cuma ada telur dan tempe?" keluhku yang bagai perempuan tak tahu bersyukur.  Hufttt. Mau bagaimana lagi? Pupuslah harapan untuk bisa menyuguhkan masakan yang aneh-aneh tapi instagramable. Aku kan anaknya suka pameran. Maka, demi menolong egoku yang kadung menanjak, kupinjam semangat menu gizi seimbang, di mana tempe goreng jadi protein nabati, telur dadar sebagai protein hewani, kremesan, sambel terasi, lalapan timun dianggap sayur mayur yang hijau royo-royo, dan tentu saja, karbohidratnya tetep nasi. Nggak cucok kalau diganti roti, apalagi ubi ungu. Meski keduanya termasuk karbohidrat.  Sebelum mulai dinner berdua (ceileh bahasanya

Harus Ya, Dok, Njelasinnya Serem Gitu?

Awal bulan April 2015, saya dan suami melangkah penuh harap menuju gedung RS pusat Jogja.  Dalam tas sudah saya siapkan biskuit dan air putih untuk cadangan kalau benar antrenya bakal panjang. Sebenarnya, ide berbekal ini adalah saran dokter DP dari RS awal biar kami tetep konsentrasi. Waktu itu, setelah urusan isi mengisi formulir di bagian pendaftaran selesai, sampailah kami di lokasi tujuan : Poli THT.  Saya menyuruh suami duduk di kursi tunggu pasien dan meminta dia mendengarkan kalau-kalau namanya dipanggil. "Ade mau ke toilet dulu." Kata saya.  Ya, ampun. Padahal gedungnya bagus, tapi toiletnya (bagi saya) bener-bener nggak layak jadi cermin RS pusat. Udah lantainya kotor, tisu habis, dan kloset duduknya juga licin kayak nggak pernah dibersihkan. Bayangin coba, di rumah sakit kan tempatnya orang sakit. Gimana ya kalau toilet macam itu malah jadi media penularan penyakit dari pantat satu ke pantat lainnya. Hih, kalau nggak kepaksa banget pasti saya ogah pakai toil

Duh, Gendang Telinga Saya Pecah ...

Seminggu yang lalu, telinga kiri saya terbentur keras sekali. Rasanya memang tidak terlalu sakit, tapi sekian detik dari kejadian itu, dunia berubah jadi sunyi. Begitu aneh. Sebab rasanya seperti sedang berada di kampung sepi pada dini hari. Tanpa ada suara, hingga dengungan telinga jadi terdengar amat jelas. (Saya lantas ingat, kok pendengaran ini persis seperti adegan tuli sesaat di film 5CM ketika Pevita Pearce terjatuh-berguling dari lereng Mahameru. Ah, ada ada saja.) Kalau Pevita Pearce bisa seketika mendengar lagi, berbeda dengan saya. Di hari pertama kejadian, saya merasa sangat terganggu dengan kondisi pendengaran yang timpang begini. Membedakan suara mesin mobil dan motor saja tidak bisa. Itulah kenapa rasanya saya pengin sekali marah kalau ada bunyi-bunyian mesin. Saya frustasi. Telinga saya terasa penuh, dan membuat  suara apapun sulit dianalisis.  Lalu saya jadi ingat perkataan seorang teman yang bisa dikatakan sebagai aktivis pembela difabel, dia bilang "Terk