Jika katamu, menulis membebaskan yang terbelenggu.
Misal perasaanmu, misal langkahmu.
Namun, di kemudian kau masih menulis dengan ketakutan, dengan kehati-hatian berlebih;takut salah teori,takut membuat hati orang lain bersedih,dan kau tak lagi jujur pada dirimu, pada pembacamu.Maka kutanya padamu. Kebebasan macam mana yang kau sebut itu?
Awal bulan April 2015, saya dan suami melangkah penuh harap menuju gedung RS pusat Jogja. Dalam tas sudah saya siapkan biskuit dan air putih untuk cadangan kalau benar antrenya bakal panjang. Sebenarnya, ide berbekal ini adalah saran dokter DP dari RS awal biar kami tetep konsentrasi. Waktu itu, setelah urusan isi mengisi formulir di bagian pendaftaran selesai, sampailah kami di lokasi tujuan : Poli THT. Saya menyuruh suami duduk di kursi tunggu pasien dan meminta dia mendengarkan kalau-kalau namanya dipanggil. "Ade mau ke toilet dulu." Kata saya. Ya, ampun. Padahal gedungnya bagus, tapi toiletnya (bagi saya) bener-bener nggak layak jadi cermin RS pusat. Udah lantainya kotor, tisu habis, dan kloset duduknya juga licin kayak nggak pernah dibersihkan. Bayangin coba, di rumah sakit kan tempatnya orang sakit. Gimana ya kalau toilet macam itu malah jadi media penularan penyakit dari pantat satu ke pantat lainnya. Hih, kalau nggak kepaksa banget pasti saya ogah pakai toil
Comments
Post a Comment
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....