Skip to main content

Babymoon di Gallery Prawirotaman Hotel?

Memasuki trimester akhir kehamilan, jujur, aku suka sedih kalau harus sendirian di rumah pada malam hari. Terkadang, pengin makan sesuatu jadi harus nahan diri. Belum lagi, kalau mati lampu dan terngiang-ngiang omongan temen tentang ibu hamil yang rentan digangguin makhluk halus. Ihhh seremmm. Tapi ... sebenernya yang paling membuatku khawatir ialah, jika terpeleset di kamar mandi. Itu sungguh membuat langkahku tidak nyaman karena jadi superhati-hati. 

Namun, di hari Kamis 26 Oktober 2016, suamiku bilang ada acara bersama BEKRAF di Gallery Prawirotaman Hotel selama 2 hari. "Mas boleh nginep?" tanyanya. 

Aku tentu saja tak bisa melarangnya dengan alasan-alasan manja di paragraf pertama. Meski keberatan, akhirnya pun aku mengangguk juga. Kutenang-tenangkan diri, bahwa suami toh masih di dalam satu kota. Sekali pencet, ia bisa segera pulang menemuiku. 

Eit, tapi tak kusangka, menjelang sore di hari yang sama, suamiku justru menyuruhku menyusulnya ke hotel. Mungkin ia khawatir. Kebetulan, ia kebagian satu kamar sendirian. Maka, tanpa menunggu lama, aku meluncur ke sana diantar Go-car. 

Aku dan suami di depan resepsionis
Sumber gambar: koleksi pribadi

Hotel berbintang yang ditempati suamiku ini enak banget suasananya. Saat pertama masuk lobi, aku langsung jatuh hati dengan penataan interiornya yang terkesan klasik tapi tidak kuno. Pegawainya pun ramah-ramah, karena setiap berpapasan denganku, mereka selalu tersenyum dan menyapa. 

Kamar suamiku ada di lantai tiga nomor 301. Saat tahu kamarnya memiliki balkon yang menghadap ke arah kota, aku sungguh kegirangan. Artinya, aku bisa menghirup udara segar tanpa merasa terkurung di dalam kamar selama menunggu suamiku selesai acara. Bahkan selama dua malam itu, kami berdua bisa mengobrol santai di balkon depan kamar sambil menikmati kopi hangat dan teh. Siangnya pun begitu, kalau aku bosan mengetik di dalam kamar, aku memboyong laptopku ke balkon sambil menikmati senja yang merona di atas Kota Jogja. 


Model kamar kami (Deluxe Room)
Sumber gambar: galleryprawirotamanhotel.com
Ah, seriusan deh. Meskipun dua hari dua malam, lebih banyak kuhabiskan waktu di ruangan seluas 28 meter persegi itu untuk kerja, ngemil, nonton televisi, dan tidur, tapi aku tidak merasa bosan menunggu suamiku kembali. Mungkin karena aku merasa lebih aman ya ada di satu lokasi dengan suami. Apalagi kamarnya memiliki toilet yang luas dan bersih. Sehabis mandi dengan air hangat, aku bisa langsung mengeringkan rambut basahku dengan hair-dryer yang tersedia di sana. Asyik banget kan?

Dari sekian fasilitas yang tersedia, spot favoritku di hotel ini adalah kolam renangnya. Ibu hamil kan katanya bagus ya olahraga renang. Makanya kesempatan ini tidak kusia-siakan mumpung ditemani suami. Itu pun aku hanya berani renang di pagi harinya. Padahal suamiku dan teman-temannya kelihatan asyik banget pas renang di malam hari. Aku? Ah, kasihan dedek bayi dalam perut kalau sampai masuk angin. Kalau mereka renang malam-malam, aku cuma tiduran di pinggir kolam sambil menikmati suasana adem. 

Renang
Sumber gambar: koleksi pribadi


Habis renang pagi, kami tak kembali dulu ke kamar. Hanya ganti baju di tempat bilas dan langsung sarapan, yang restorannya memang menghadap ke kolam renang. 

Sarapan di Gallery Prawirotaman Hotel ini sangat istimewa loh. Dari kudapan lokal khas Jogja, sampai menu internasional tersedia di sana. Kalau perutku tak begah meski makan sedikit, mungkin setiap menu yang ada akan kucicipi semuanya hehehe. Katrok ya? 

Vine Restaurant & Bar
Sumber gambar: galleryprawirotamanhotel.com

Ah, seandainya aku menginap tanpa membawa pekerjaan mepet deadline, mungkin sebenarnya aku bisa menikmati fasilitas lain di hotel ini sambil menunggu suami selesai acara. Karena untuk masuk ke fitness center dan galerry spa & massage-nya kami dapat diskon. Ya, tapi, dengan semua yang sudah terjadi, aku merasa bersyukur aja sih jadi punya waktu yang berkualitas dengan suami. Anggap aja ini babymoon hehehe. 

Ternyata kebahagiaan itu sederhana ya? Bisa menginap di hotel selama 3 hari 2 malam aja sudah berasa liburan. Tapi sayang banget, karena terlalu nyaman di kamar sampai lupa mau datang ke pembukaan pameran tunggalnya Willem Kootstra malam itu yang digelar di lantai atas, di Sky Lounge & Art Galerry. 

Oh ya, kalau kamu mau buat acara di hotel ini, ballroom & meeting rooms-nya luas loh. Bisa buat sekitar 150-an tamu. Langsung aja buat reservasi atau datangi ke alamatnya Gallery Prawirotaman Hotel di Jl. Prawirotaman II No. 839B Yogyakarta. +62 274 4580008, +62815 6567007, +62815 757422 46/56 (Call Only). 

ballroom & meeting rooms
Sumber gambar: galleryprawirotamanhotel.com

Dari pengalamanku menginap di sini sih, pesanku cuma satu. Di mana pun kita menginap, perhatikan betul peraturan yang berlaku ya. Apalagi kalau sudah tanda tangan kontrak. Misalnya, di kamar no smoking ya jangan merokok. Sudah ada larangan menjemur pakaian di balkon, ya jangan dilakukan. Karena kalau terciduk, dendanya bisa buat biaya menginap loh hehehe. Sayang kan?

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Berharap Lebih di Malam Kami Makan

Makan malam berdua terasa seperti istilah asing; yang butuh dipahami, meski berat dijalani.  Tapi, akhirnya kesempatan itu datang juga.  Malam ini suami pulang lebih awal. Aku pikir, m akan malam berdua di saat anak tidur, mungkin bisa kayak pacaran lagi? Ciyeee ciyee.  Tapi tunggu dulu! Aku buru-buru membuka kulkas. "Lah kok cuma ada telur dan tempe?" keluhku yang bagai perempuan tak tahu bersyukur.  Hufttt. Mau bagaimana lagi? Pupuslah harapan untuk bisa menyuguhkan masakan yang aneh-aneh tapi instagramable. Aku kan anaknya suka pameran. Maka, demi menolong egoku yang kadung menanjak, kupinjam semangat menu gizi seimbang, di mana tempe goreng jadi protein nabati, telur dadar sebagai protein hewani, kremesan, sambel terasi, lalapan timun dianggap sayur mayur yang hijau royo-royo, dan tentu saja, karbohidratnya tetep nasi. Nggak cucok kalau diganti roti, apalagi ubi ungu. Meski keduanya termasuk karbohidrat.  Sebelum mulai dinner berdua (ceileh bahasanya

Garis Dua di Bulan April 2017

Empat tahun setengah, bukanlah waktu yang sebentar bagi kami yang kurang tabah ini menghadapi serangkaian pertanyaan tentang anak--mulai dari pertanyaan basa-basi, hingga sejumlah tuduhan menyakitkan yang kerap mampir membikin air mata tak tahan berderai-derai jatuh di sajadah.  Beruntungnya, suamiku tetap menggenggam tanganku erat, menguatkan di depan, meski aku tak tahu betul jika barangkali ia pun diam-diam memunggungiku untuk menahan tangis sendirian.  "Kita sudah berusaha, Dik, dengan sebaik-baiknya ..." bisiknya pelan, tiap kali aku mengadu.  Namun, saat hati terasa amat sakit mengingat tuduhan buruk yang bukan jadi kuasa kami, usai salat aku justru tak bisa berdoa. Aku menatap ke atas, diam, menangis pun tak sanggup. Lalu dengan pasrah, aku yang lemah hingga tak kuasa membungkam suara hati yang lepas begitu saja,  "Tuhan, tidakkah Kau melihat ini semua dari sana? Aku harus bagaimana?" Kan, yang tahu apa usaha kami hanya kami sendiri dan Tuhan

Harus Ya, Dok, Njelasinnya Serem Gitu?

Awal bulan April 2015, saya dan suami melangkah penuh harap menuju gedung RS pusat Jogja.  Dalam tas sudah saya siapkan biskuit dan air putih untuk cadangan kalau benar antrenya bakal panjang. Sebenarnya, ide berbekal ini adalah saran dokter DP dari RS awal biar kami tetep konsentrasi. Waktu itu, setelah urusan isi mengisi formulir di bagian pendaftaran selesai, sampailah kami di lokasi tujuan : Poli THT.  Saya menyuruh suami duduk di kursi tunggu pasien dan meminta dia mendengarkan kalau-kalau namanya dipanggil. "Ade mau ke toilet dulu." Kata saya.  Ya, ampun. Padahal gedungnya bagus, tapi toiletnya (bagi saya) bener-bener nggak layak jadi cermin RS pusat. Udah lantainya kotor, tisu habis, dan kloset duduknya juga licin kayak nggak pernah dibersihkan. Bayangin coba, di rumah sakit kan tempatnya orang sakit. Gimana ya kalau toilet macam itu malah jadi media penularan penyakit dari pantat satu ke pantat lainnya. Hih, kalau nggak kepaksa banget pasti saya ogah pakai toil