Ialah sebuah peringatan, ingatan yang sekali dalam setahun akan mengulang-ulang cerita yang hampir sama; tentang pantai, sebuah bunga, dan sepotong coklat yang terlalu manis. Di mana dalam setahun sekali itu, ada dua lelaki yang datang. Ia yang mengantar ingatan terbaikku, dan lelaki lain yang menyusun cerita buruk di kepalaku supaya kelak kutabung jadi ingatan. Bahkan aku percaya, di tanggal yang sama di usiaku yang baru sehari itu, aku lahir sebab banyak doa dan sesaji. Di mana Bapak dan Emak bersuka ria merayakannya dengan sederhana. Lebih sederhana dari sepotong coklat. Lebih bijaksana, sebab aku diberi pengharapan dan berkawan orang-orang yang pandai menghargai. Ialah sebuah peringatan, ingatan yang selalu menyusun ceritanya sendiri di kepalaku.
Makan malam berdua terasa seperti istilah asing; yang butuh dipahami, meski berat dijalani. Tapi, akhirnya kesempatan itu datang juga. Malam ini suami pulang lebih awal. Aku pikir, m akan malam berdua di saat anak tidur, mungkin bisa kayak pacaran lagi? Ciyeee ciyee. Tapi tunggu dulu! Aku buru-buru membuka kulkas. "Lah kok cuma ada telur dan tempe?" keluhku yang bagai perempuan tak tahu bersyukur. Hufttt. Mau bagaimana lagi? Pupuslah harapan untuk bisa menyuguhkan masakan yang aneh-aneh tapi instagramable. Aku kan anaknya suka pameran. Maka, demi menolong egoku yang kadung menanjak, kupinjam semangat menu gizi seimbang, di mana tempe goreng jadi protein nabati, telur dadar sebagai protein hewani, kremesan, sambel terasi, lalapan timun dianggap sayur mayur yang hijau royo-royo, dan tentu saja, karbohidratnya tetep nasi. Nggak cucok kalau diganti roti, apalagi ubi ungu. Meski keduanya termasuk karbohidrat. Sebelum mulai dinner berdua (ceileh bahasanya
Comments
Post a Comment
Komentar dengan menyertakan link hidup akan saya hapus. Maaf ya....