Skip to main content

Edisi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

"Sialan betul bosku itu" Ia mengempaskan pantatnya ke sofa.
"Husst, wis diempani, malah misuh-misuh" kata si perempuan. 
"Bagaimana tidak membuatku jengkel, cah" Ia mulai frustasi. 
"Gimana, to?" Si perempuan mendekat. Duduk disamping lelaki penyair itu. 
"Begini, dulu kata bosku itu, aku punya kesempatan 12 kali cuti dalam setahun"
"Lalu?"
"Lebaran tahun ini juga sialan ini"
"Lho? Kok bawa-bawa lebaran segala?"
"Bagaimana tidak, kenapa pula lebaran jatuh di tengah bulan"
"Lho?"
"Kukatakan pada bosku, kuambil cuti lebih banyak di lebaran besok. Bukannya itu hakku? Aku berhak untuk ambil cuti kapanpun sesuai kontrak. Tapiii..."
"Tapi kenapa?" Si perempuan menyimak. 
"Sialan betul itu bosku, dengan tanpa melihat mukaku. Dikatakannya bahwa gajiku dipotong setengah bulan. DIPOTONG. Ini cuma karena lebaran jatuh di tengah bulan, dan setelahnya aku ambil cuti. Sialan betul itu" 
"Hemm, begitu saja repot. Kau tak pernah kerja dengan asas kekeluargaan sih"
"Maksudmu?"
"Iya, ASAS KEKELUARGAAN"
"Maksudmu?"
"Begini, untunglah saja bosku baik, tidak seperti bosmu. Saking baiknya, aku tak berniat untuk cuti. Dan asas kekeluargaan itulah yang membuat segalanya tidak ditegaskan. Termasuk..."
"Termasuk apa?"
"Termasuk bagaimana aku bisa menaikan gaji dan boleh cuti"
"Salahmu ra takon"
"Sudah kubilang, ini asas kekeluargaan, asas ini lebih membuat rikuh ketimbang surat kontrak" 

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Berharap Lebih di Malam Kami Makan

Makan malam berdua terasa seperti istilah asing; yang butuh dipahami, meski berat dijalani.  Tapi, akhirnya kesempatan itu datang juga.  Malam ini suami pulang lebih awal. Aku pikir, m akan malam berdua di saat anak tidur, mungkin bisa kayak pacaran lagi? Ciyeee ciyee.  Tapi tunggu dulu! Aku buru-buru membuka kulkas. "Lah kok cuma ada telur dan tempe?" keluhku yang bagai perempuan tak tahu bersyukur.  Hufttt. Mau bagaimana lagi? Pupuslah harapan untuk bisa menyuguhkan masakan yang aneh-aneh tapi instagramable. Aku kan anaknya suka pameran. Maka, demi menolong egoku yang kadung menanjak, kupinjam semangat menu gizi seimbang, di mana tempe goreng jadi protein nabati, telur dadar sebagai protein hewani, kremesan, sambel terasi, lalapan timun dianggap sayur mayur yang hijau royo-royo, dan tentu saja, karbohidratnya tetep nasi. Nggak cucok kalau diganti roti, apalagi ubi ungu. Meski keduanya termasuk karbohidrat.  Sebelum mulai dinner berdua (ceileh bahasanya

Resep Membunuh Jamur di Lemari Serbuk Kayu

Pernah nggak sih mengalami perasaan jijik yang iyehhh banget pas melihat lemari pakaianmu dipenuhi jamur? Saya pernah.  Baru beberapa bulan dibeli, lemari kayu saya sudah dipenuhi jamur. Antara jijik, jengkel, ada juga rasa menyesal karena nggak percaya sama suami sendiri. Coba nggak beli lemari serbuk kayu, kejadiannya pasti nggak bakal kayak gini.  "Salahnya Adik sih, nggak mau dengerin pendapat Mas" begitu kata suami.  Dia memang sempat nggak setuju saya beli lemari kayu di toko furniture. Penginnya dia, kami mendesain lemari sendiri, lalu membawa desain tersebut ke tukang kayu. Selain bakal awet, kan desainnya sesuai dengan keinginan hati. Tapi saya menolak. Ribet dan lama jawab saya waktu itu. (Sebenernya, kalau tahu bakal berjamur begini, sumpah deh, saya mendingan ribet di awal tapi nggak repot di kemudian hari). Tapi kan semuanya sudah telanjur.  Nggak mungkin juga, kejadian beberapa bulan lalu bisa dicancel. Pada akhirnya, SEKARANG kami tetap har

Harus Ya, Dok, Njelasinnya Serem Gitu?

Awal bulan April 2015, saya dan suami melangkah penuh harap menuju gedung RS pusat Jogja.  Dalam tas sudah saya siapkan biskuit dan air putih untuk cadangan kalau benar antrenya bakal panjang. Sebenarnya, ide berbekal ini adalah saran dokter DP dari RS awal biar kami tetep konsentrasi. Waktu itu, setelah urusan isi mengisi formulir di bagian pendaftaran selesai, sampailah kami di lokasi tujuan : Poli THT.  Saya menyuruh suami duduk di kursi tunggu pasien dan meminta dia mendengarkan kalau-kalau namanya dipanggil. "Ade mau ke toilet dulu." Kata saya.  Ya, ampun. Padahal gedungnya bagus, tapi toiletnya (bagi saya) bener-bener nggak layak jadi cermin RS pusat. Udah lantainya kotor, tisu habis, dan kloset duduknya juga licin kayak nggak pernah dibersihkan. Bayangin coba, di rumah sakit kan tempatnya orang sakit. Gimana ya kalau toilet macam itu malah jadi media penularan penyakit dari pantat satu ke pantat lainnya. Hih, kalau nggak kepaksa banget pasti saya ogah pakai toil